Pages

Showing posts with label motivasi. Show all posts
Showing posts with label motivasi. Show all posts

Wednesday, 2 March 2016

The Critical Age Versi Me

Halo pemuda-pemudi seperempat abad, atau menjelang atau baru saja melewatinya. Welcome to the club, twenties!

Rentang waktu umur 20-30 rasa-rasanya tidak sebentar, 10 tahun. Tapi begitu menjalaninya, terasa singkat. Bayangkan dalam 10 tahun itu, kita akan berurusan dengan pendidikan, karir, jodoh cinta, hingga keluarga. Too much complex isn't it? Pada masa kritis tersebut, kita dituntut mengambil banyak keputusan yang akan berdampak pada masa depan kita. Keputusan penting apakah itu? Check this out, put your eyes on it before face it if you dont meet it yet :)

Wednesday, 10 February 2016

Finding Right Man in Right Time

Sebagai perempuan, saya 'gatal' ingin menulis topik ini. Usia kepala dua adalah masa kejayaan, masa dimana tidak hanya cita-cita dan mimpi yang dikejar, tapi juga sebuah cinta sejati. Cie...

Dan pada dasarnya, perempuan menjadi lebih rentan pada hal-hal yang berbau perasaan. So you should read this, learn something from here, then find out your man, not your boy(friend).

Saya menjumpai sendiri banyak kisah cinta yang berakhir di umur 20an, tapi tak jarang juga kisah yang justru baru dimulai saat itu. Jangan khawatir jangan risau, ambil hikmahnya: he is not for you, you're deserve better or if you think your last partner is better enough but your relationship still comes to end, it means that it's not the right time. You and your ex-partner just meet in wrong timing. Be easy (altough passing it isn't as easy as I said, it needs time, trust me I've been there before but I was still survive then).

Menurut Jenna Lowthert, ada 18 perbedaan antara "MAN" dan "BOY", check it out.

Thursday, 16 July 2015

Book Review: Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Ah kembali lagi buku Tere Liye menarik hati saya untuk dibaca dan ditulis ulang review-nya. Saya jatuh cinta pada "khayalan" Tere Liye dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup.
 
Kesan pertama buku ini: ah kisah cinta picisan sepertinya, judulnya terlalu biasa. Tapi sekali lagi saya tertipu tampilan luarnya, buku ini jelas berbeda dari novel kebanyakan. Ia menceritakan tentang proses mencari tujuan hidup, menyiapkan kematian, menerima musibah, dan manfaat baik lainnya yang dibungkus rapi melalui cerita-cerita tokoh utama, Reihan atau Rey #spoiler.
 
Buku ini menggunakan alur maju mundur, lompat dari satu timeframe ke timeframe lain, kadang bahkan menceritakan tokoh lain dengan setting tempat yang sama di waktu yang berbeda. Harus jeli. Tapi semua itu justru menyenangkan, membuat kita menebak-nebak potongan puzzle yang cocok untuk merangkai satu gambar utuh. Begitu pula buku ini menceritakan sepotong-potong kisah untuk satu rangkaian cerita besar yang mengandung banyak jawaban hidup.
 
Sejujurnya saya sempat mendesah kecewa ketika menemukan setting salah satu cerita yang mirip adegan film India berjudul Mohabatten, dengan latar bangsal rumah sakit, perempuan-pria, anak-anak, dan balon. Di akhir buku, kisahnya berjalan cepat, sekian tahun kemudian, sekian tahun berlalu, tak terasa berjalan tahun-tahun berikutnya, dan kalimat sejenis yang menunjukkan adanya percepatan cerita.
 
Buku ini sebenarnya sangat religius namun tak kentara karena tidak menuliskan satu ayatpun secara terang-terangan seperti buku genre religi lainnya. Buku ini menceritakan tentang proses seseorang menemukan jawaban tentang keberadaan Tuhan, mendeskripsikan hubungan manusia dan Tuhan sebagai pusat dari segalanya, yang seringkali dirasa bertanya-tanya mengapa takdir hidup begini dan begitu. Jawaban hidup PASTI dijawab olehNya, tapi mekanisme jawabannya berbeda-beda cara dan waktunya.
 
Jika disuruh memberi rate pada buku ini, saya mimilih 4 out of 5 stars. It's worth!
dok. pribadi @nanabinhariyati

Friday, 19 June 2015

Nasehat Pernikahan Ala Mang Cepi (2)

Sebagai orang yang sudah kenyang 'asam garam kehidupan', Mang Cepi dan Bi' Kiki mengingatkan dinamika dalam sebuah pernikahan, terutama di setahun dua tahun usia pernikahan. Sekian bulan di awal pernikahan semua akan terasa indah, karena cinta yang bicara. Bersiap-siaplah karena indahnya cinta itu tidak abadi, namun justru di sanalah tantangan dan keseruan menjalani bahtera rumah tangga (apalah bahasa saya ini macam infotainment S*LET saja).

Beliau mengambil perumpamaan "yang membuat sakit adalah tertusuk tulang ikan, bukan tulang sapi". Hal-hal kecil yang nantinya justru menimbulkan masalah dalam rumah tangga, bukan perkara besar, bahkan kadang cenderung sepele. Bersiaplah dengan segala hal itu, nanti sejalan dengan waktu yang berlalu, masing-masing suami dan istri akan menjadi lebih dewasa dalam menyikapi masalah tersebut.

Lucu memang, nasehat ini diberikan tepat (tidak sengaja) ketika saya sedang 'ngambek' pada suami karena becandaannya (kebetulan) masuk ke hati, mengusik hati seorang wanita sensitif yang pada akhirnya membuatnya 'ngambek'. Durasi ngambek-nya saya sekarang lebih cepat, biasanya berakhir di atas tempat tidur atau ketika dia mulai merajuk membuat saya tidak tahan untuk memeluknya. 

Tulisan ini harusnya bisa selesai satu postingan, tapi saking berharganya nasehat-nasehat yang harus saya ingat, saya memutuskan untuk menulisnya dalam dua postingan beruntun. Saya tidak tahu bagaimana jalan yang akan saya hadapi kelak bersamanya, yang saya tahu saya tidak akan berhenti berusaha untuk melewatinya.

Untuk saya
Untuk dia
Untuk anak-anak kami


Lillahi ta'ala

Thursday, 18 June 2015

Nasehat Pernikahan Ala Mang Cepi (1)

Malam kemarin, saya dan suami (bukan kawan aneh lagi sebutannya) bertamu mengunjungi rumah Mang Cepi, adik (paling bungsu) ayah mertua. Tujuan utamanya mengembalikan barang-barang yang suami pinjam untuk prosesi lamaran dan akad yang lalu (kotak seserahan, jas, dan kemeja). Nilai tambah hasil kunjungan itu yang berharga: (sebut saja) suah nasehat pernikahan.

Jarum jam sudah hampir menunjuk angka 9 ketika kami tiba di komplek pesantren Al-Bayyinah, daerah Sanding. Malam itu kota Garut lebih dingin dari biasanya tapi bagi saya obrolan kurang lebih 2 jam mampu memberi resistansi pada tubuh melawan hawa dingin. Jadi inilah ringkasan (sebut saja) nasehat pernikahan ala Mang Cepi dan istrinya Bi' Kiki.

Mang Cepi mengawalinya dengan menceritakan ulang isi sebuah hadist yang menyatakan ketika dua orang, laki-laki dan perempuan, memutuskan menikah, mengikat janji suci melalui ijab qobul, maka pada saat itu seluruh malaikat berkumpul. Apa yang dilakukan malaikat? Separuh malaikat bersukacita bahagia merayakan penggenapan separuh ibadah umat manusia tersebut. Sedangkan sisanya, menangis. Menangis khawatir dan takut untuk kaum laki-laki yang sedang berikrar ijab saat itu. Saya coba mencari referensi pendukung dan memang sah diriwayatkan pada saat ijab terucap, Arsy-Nya berguncang karena beratnya perjanjian yang dibuat oleh mempelai pria di depan Allah, dengan disaksikan para malaikat dan manusia.

Janji yang dimaksudkan dalam ijab qobul adalah tanggungan dosa-dosa istri yang otomatis dibebanka pada suami. Dosa apa saja yang istri lakukan, kecil besar disengaja tidak disengaja. Begitu beratnya tanggungjawab suami itulah yang membuat separuh malaikat menangis, karena bahkan untuk menanggung dosa istri dan anak-anaknya, dosa dirinya sendiri pun belum tentu bisa dipikul oleh pria itu. Itulah amanah.

Lalu, sebagaimana hak istimewa seorang istri yang dosa-dosanya ditanggung suami, maka ia juga harus menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan penuh taat pada suami. Pantang bagi istri untuk menolak permintaan suami, apapun itu, -dengan catatan permintaan tersebut tidak bertentangan dengan perintah agama-. Mang Cepi tidak sedang mengkonfrontasi isu keseteraan gender yang sedang booming di era sekarang. No, it's different. Kita sepakat tentang keseteraan hak asasi manusia, tapi jangan lupa hak selalu dibarengi dengan kewajiban yang juga harus disejajarkan. That's why ketika bicara tentang peran suami dan istri dalam hubungan pernikahan harus dilihat dari berbagai sisi.

Monday, 8 June 2015

Menikah? Ibadah, Amanah, Anugerah.

Rasanya seperti mimpi, saya menulis di sebelah seorang pria yang sedang tertidur pulas.

Setiap detil cerita kami berlalu begitu cepat, tapi ini nyata, buktinya saya bisa mendengarkan suara nafas tidurnya sekarang hahahaha.

Menikah dengannya adalah anugerah terbaik yang Allah berikan untuk saya. Siapa sangka seorang Farid Fawwaz Ikbar akan menjadi suami saya, orang yang tak pernah (dan tak mau) saya kenal sebelumnya. Dalam empat bulan setelah perkenalan pertama, sekarang tiba-tiba menjadi pendamping saya. Saya selalu tak bisa menahan air mata ketika mengucap alhamdulillah untuk anugerah ini. Allah begitu baik, sangat baik, menghadirkan sosoknya dalam hidup saya. Bagian yang membuat saya menangis bahagia di kalimat dzikir tersebut adalah Allah masih mau memberi kesempatan pada orang seperti saya, yang banyak melakukan dosa di masa lalunya. Subhanallah.

Saya selalu berdoa padaNya, ridhoi hidup saya ya Allah, tuntun saya terus senantiasa menjadi orang yang beriman, sekeras apapun caranya, seberat apapun jalannya, saya ingin tetap di sini. Saya pikir inilah kemudian cara Allah menjawab doa saya. Sejak akhirnya saya menyetujui untuk mengenal Farid dan mengizinkannya bertandang ke rumah, niat saya adalah karena Allah, demi Allah, untuk Allah. Saya yakin dia akan menjadi imam sekaligus pembimbing untuk saya, karena itulah yang utama saya butuhkan. Saya masih tak mengerti mengapa Farid dengan sangat yakinnya ingin menikahi saya bahkan di hari kedua kita berkenalan. Tapi saya mensyukuri itu, terimakasih ya Allah. Tak habis pertanyaan untuk mempertanyakan bagaimana kami bisa bersatu saat ini, yang kami yakini adalah kami memang berjodoh, insyaAllah.

Detik-detik ijab qobul -yang tidak biasa- kemarin masih terasa suasana haru, tegang, dan bahagianya. Allah melancarkan semuanya, alhamdulillah.

Kalau ditanya apa bahagianya menikah? Maka saya yang belum ada 2 hari menikah, cuma bisa menjawab, kamu punya teman mengobrol di atas tempat tidur, berbagi segala rasa, tanpa takut dosa, justru bernilai ibadah.

Percayalah, perjalanan setelah menikah memang tidak akan mudah, justru ini adalah sebuah amanah. Saya harus berusaha menjadi istri yang taat pada suaminya, Farid berusaha menjadi suami yang bertanggungjawab di mata Allah untuk istrinya.

Kita sama-sama belajar sebagai bentuk syukur untuk anugerah terindah hadiah dari Allah, yaitu menikah.

You got the point yet? No?
Maka beranilah untuk menikah dan rasakan sendiri. Kata Farid, menikah itu tidak berat, yang berat hanya satu, di awal ketika akan memutuskan menikah. First step is always the hardest :)

Terimakasih untuk semua doa dan ucapannya, semoga yang mendoakan dipermudah jalannya dalam menemukan jodoh.
Farid-Nana

Thursday, 28 May 2015

Cerita Ustadz di Suatu Siang

Mumpung saya ingat, dan saya belum sempat menulisnya. Sabtu 23 Mei 2015, setelah sholat dzuhur berjamaah di Masjid Office BIU1, ustadz baru (yang masih muda dan cakap) itu memulai ceramahnya. Salah satu yang saya sukai dari kehadiran ustadz baru di masjid office ini adalah, setiap hari ada cerita yang Beliau sampaikan, entah 15-20 menit tapi lumayan untuk menyegarkan rohani. Hari itu, dia mengawali cerita tentang seorang guru mengaji yang sedang mengajar muridnya anak-anak kecil membaca surat Al-Fathihah. Sampai di bagian:

"... shiratalladzina an’amta alaihim ... "

Muridnya tidak bisa melafalkan "alaihim", berulang kali diulang, mereka membacanya "alaihin". Sampai pada akhirnya sang guru kesal, dan mengatakan dengan keras, "baca alaihim yang terakhir sambil mingkem". Muridnya betul mempraktekkan apa yang gurunya minta tapi justru semakin salah, karena mereka melafalkannya menjadi "alaiheeemmm".

Saturday, 25 April 2015

Badai Saat Hujan, Pasti Berlalu

Saya ingin menuliskannya dalam sebuah buku kelak. Tentang jodoh. Tentang hubungan dua makhluk manusia yang berbeda, kaum adam dan hawa. Dua orang yang dengan karakter bertolak belakang, ibarat makhluk mars dan venus kata orang-orang.
 
Malam kemarin 24 April, ingat baik-baik Nana hari ini, kami sempat goyah. Lucu memang hati manusia, baru dua hari lalu, kami sangat bahagia duduk mengobrol di teras mess ketika hujan deras mengguyur tanah. Pagi esoknya kami akhirnya bisa duduk satu seat di bis, perjalanan setengah jam yang berarti saat itu. Toh, malam ini saya tetap menangis untuknya.
 
Semua begitu cepat terlewati, dari mulai masa perkenalan hingga keputusan untuk hidup bersama. Dan tiba-tiba keraguan itu muncul dalam diri saya. Bukan ragu untuknya, tapi ragu pada diri sendiri, sudah baikkah saya untuknya? Saya takut dia mengenal saya terlalu cepat, hanya melihat saya sebatas permukaan. Saya ingin memastikan bahwa saya mampu menjadi istri baik kelak untuknya, termasuk menjadi calon menantu yang pantas untuk keluarganya. Tapi sungguh saya tak pernah ragu padanya, saya mengenali perasaan saya sendiri, bukan dia yang saya ragukan.
 
Pada akhirnya dia menangkap makna yang berbeda. Dia yang sangat yakin awalnya, mendadak jadi ikut ragu, karena dia merasa saya meragukannya. Situasi berbalik. Berat saya melewati malam kemarin. Sakitnya berbeda. Ini namanya sayang? Atau cinta? Ah saya tak peduli apapun judulnya, tapi saat itu saya mulai ketakutan, takut kehilangannya. Dia bersikeras mengatakan sayalah yang ragu padanya, saya bingung harus dengan apa saya membuktikan bahwa saya tidak meragukannya, hanya saja keputusan menikah itu sometime really worry me. Secepat inikah? Betulkah saya dan dia pantas hidup bersama? Cukupkah masa perkenalan kami?

Saturday, 18 April 2015

Memulai Dengan Bismillah

Malam minggu kali ini cukup berbeda, akan jadi hari bersejarah kesekian dalam hidup seorang Nana.

Beberapa hari terakhir rasanya begitu kuat dorongan untuk menutup diri mengikuti perintah Allah untuk kaum hawa. Namun seperti yang lalu-lalu, memulai sesuatu yang baru dan berbeda selalu lebih berat. Ketakutan ini itu muncul. Dan rasanya semakin berat.

Maka ketika dua perasaan yang saling kontradiksi menyatu, hati ini terus menerus risau, susah mengungkapkan rasanya lewat kata-kata. Pada akhirnya hanya bisa menangis. Lemah. Wanita memang tak pernah bisa sepenuhnya menguasai perasaannya.

Hingga hari ini.
Diingatkan dari sebuah buku, bahwa Allah sangat mencintai hambaNya, manusia ciptaanNya, tak terbantahkan besar cintaNya pada umatNya. Lalu apa balasan manusia? Ibadah seadanya. Itukah bukti cinta? Jangan-jangan cinta manusia hanya sebatas kata dan baju saja, permukaan. Lalu, saya mengoreksi besar-besaran diri ini. Yakinkah saya sungguh mencintai Allah yang sudah dengan begitu baik memberi kesempatan hidayah?

Mendadak saya lebih takut ketika saya dipanggil menghadapNya dalam keadaan 'telanjang'. Tak tertutup karena aurat masih kemana-mana, meski hanya kepala atau separuh lengan dan kaki yang terbuka. Saya mau membuktikan cinta saya padaNya. Dalam sujud terakhir di atas sajadah, saya bisikkan pelan tapi kuat, "Ya Allah, kuatkan hamba ya Allah kuatkan kuatkan, hamba berserah hanya padaMu, sungguh hanya pada pertolonganMu". Bismillah.

Friday, 13 March 2015

Iya Saya Ikhlas Angkat Galon!

Suatu malam pulang dari jalan-jalan dan haus sekali, saya masuk mess mengambil gelas. Bergegas menekan dispenser dan tak setetes pun air keluar, saya tengok lebih dekat, ternyata air habis.

Kejadian yang selalu terulang lagi dan lagi.
Menyadari bahwa air galon habis, saya menggerutu, "Selalu harus sayakah yang mengangkat galon dan mengisi dispensernya?" sambil tetap mengangkat galon baru ke dispenser supaya saya bisa minum.

Saya mengeluh lagi tepat di depan kawan saya yang malam itu menraktir nasi goreng terenak di Batu Kajang. Kebetulan dia mampir ke mess dan juga meminta air minum.

Dia mendadak berubah ekspresi begitu mendengar gerutuan saya tentang angkat galon, "Saya ngga suka kamu ngeluh, ngga perlu mengatakan sesuatu yang ngga penting, percuma kalau melakukan sesuatu habis itu mengeluh, berkahnya hilang."

Deg. Dia berhasil 'menikam' hati nurani saya, "Ah benar juga apa kata dia" pikiran saya mengiyakan opininya. Walaupun sebal dinasehatin begitu tapi saya malu, saya akui saya tak bijak dengan berkeluh kesah seperti itu. Buat apa saya harus menggerutu soal angkat galon yang sepele, toh pada akhirnya saya juga masih kuat mengangkatnya ke dispenser. Haha. Saya harus belajar ikhlas. Menerima apapun yang terjadi dengan lapang dada, baik buruk - sedih senang - berat ringan - semuanya terjadi atas kehendak Allah. Sesuatu yang prakteknya susah sekali dijalani, ikhlas.

Dia memang langka. Kawan yang aneh. Tampak luar pecicilan, tapi siapa sangka hatinya seluas samudera. Semoga saya tidak salah menilainya. Hari ini tepat satu bulan saya mulai 'mengenal' seorang kawan, yang tiba-tiba muncul dengan segala keanehannya. Langka karena saya belum pernah bertemu orang lain yang setipe dengannya.




Dan saya memang harus banyak belajar darinya.
:")

Tuesday, 10 March 2015

Berakit Ke Hulu Berenang Ke Tepian

Sisa obrolan semalam.
Kata ayah 'kawan aneh' saya, menikah itu jangan menunggu mapan. Menikahlah dan bangunlah kemapanan dari bawah sejak awal. Anak-anak kalian harus (sempat) merasakan hidup di masa perjuangan orang tuanya, sehingga kelak dia tumbuh menjad anak yang 'bulat'. Istilah 'bulat' kalau saya simpulkan sih adalah kesatuan karakter yang menjadikan seseorang lebih dewasa.
Saya sepakat poin ini.
 
Anak yang lahir di saat orangtuanya memiliki segala hal, menyediakan apapun yang diminta si anak dengan mudah, dan hidup berkelimpahan akhirnya tidak lebih banyak memberikan pelajaran hidup. Tidak selalu memang, tapi kecenderungannya begitu.
 
Saya mengalaminya sendiri dari jaman orangtua hidup susah sampai sekarang masih susah hehehe (hidup cukup sajalah daripada susah). Saya ingat, saat masih kecil, saya tidak cukup berani minta dibelikan tamagochi dan sepatu roda saat banyak anak memainkannya. Saya harus mengubur keinginan untuk belajar musik karena biaya les tidak murah saat itu. Makan pilih-pilih tidak ada dalam kamus hidup saya sejak kecil, itu sebabnya saya doyan makan (oke yang ini ngga nyambung, such an excuse hahaha). Saya tidak pernah pusing ketika saya tak bisa mengikuti tren mode terkini. Sampai sekarang pun saya bukan branded oriented, pakaian layak nyaman dan enak dilihat cukuplah buat saya.
 
See?

Thursday, 26 February 2015

Waspadai Penyakit Hati

Kamis, 26 Februari 2015
---
Hari ini dari pagi sampai sore insight-nya saling berhubungan, mungkin memang itulah yang sedang Allah tunjukkan pada saya sekarang.
 
Pagi, tema P5M di Moco Section (yang pasti lebih dari 5 menit, ngga sesuai judulnya sama sekali) adalah "menghindari sombong hati". Akhir-akhir ini topik P5M memang sedikit berat tapi 'bergizi', jadi pasti dilahap habis.
 
Sombong dan perasaan sejenis itu adalah salah satu dosa yang kadang tanpa sadar kita lakukan. Mengembalikan niat hanya untuk ibadah pada Allah itu yang lebih sulit. Semua dari kita yang ikut P5M saat itu sepakat kita tak punya apa-apa untuk disombongkan, tak sedikit pun. Keberhasilan dan segala sesuatu yang kita raih adalah karena seizin Allah, jadi apa yang harus disombongkan? Perasaan sombong ini punya cabang dalam bentuk riya dan dengki, ketiganya adalah penyakit hati, section head saya pernah mengingatkan dalam sesi personal contact dengan beliau, bahwa kita harus waspada dan berusaha menghindari penyakit tersebut. Sayangnya, kadang rasa-rasa itu tak terlihat, terjadi sebelum kita menyadarinya.

Friday, 20 February 2015

Harta(?)

"Jatah rezeki itu sudah sepaket bersamaan dengan lahirnya kita sebagai manusia di dunia ini." ~ seorang kawan yang aneh.
 
Kawan saya bicara tentang rezeki beberapa hari kemarin. Dia tak percaya bahwa rezeki (hanya) datang dari gaji perusahaan saja. Dia bahkan tak perlu khawatir tak memegang uang sepeser pun.
Hari itu dia tak punya pulsa, uang tersisa entah sekian rupiah di atm tak mungkin ditarik, dan tak ada sisa uang yang berarti di dompetnya. Tapi hari itu dia tetap makan 3x sehari kenyang dan tetap merokok juga seperti biasa huft. Artinya dia tak kekurangan apapun, dan terbukti sorenya dia menerima secara tiba-tiba uang sekian juta rupiah masuk ke rekeningnya, mendadak ada pulsa 'nyasar' pula masuk ke nomor hape-nya. Alhamdulillah.
 
Dari sekian banyak ceritanya tentang rezeki, tentang bagaimana dia menggunakan uangnya selama ini, saya berkesimpulan bahwa rezeki itu sumbernya memang dari mana-mana apalagi ketika kita tak pernah berusaha menggenggam terlalu erat harta itu. Dia percaya ketika dia memberangkatkan orangtuanya umroh, hasilnya akan dilipatgandakan. Termasuk ketika dia tiba-tiba mendapat "uang kaget" di rekeningnya ternyata itupun dari piutang (yang tak pernah diingatnya) untuk saudaranya.
 
Saya mendengarkan sambil mengamini ucapannya. Saya sepakat, saya pun sepemikiran dengannya untuk beberapa poin ini. Harta buat saya tak seberharga itu, uang itu cuma media jual beli, tak lebih. Walau memang tak dipungkiri banyak uang itu sedikit banyak mempengaruhi beberapa gaya hidup.
Misal, dulunya sebelum membeli buku perlu berpikir panjang, pinjam kalau memang sudah ada yang membeli. Sekarang, tanpa berpikir dua kali membeli beberapa buku dalam satu kali belanja, walau belum tentu habis dibaca dalam waktu dekat. Masalah makanan juga, ah sudahlah hal ini tak perlu dijelaskan, orang juga tahu saya hobi makan dan jajan keluar, cuma kalau dulu makan di Sushitei menjatahi diri sendiri sekarang lebih bebas memilih. *laugh*
 
Saya mengira kawan saya ini termasuk orang yang boros, bagaimana tidak dia bisa menghabiskan sekian nominal gajinya cuma untuk jajan makanan minuman ringan yang tertumpuk di kamarnya. Saya tanya apa dia termasuk orang boros? Kurang lebih, dia jawab dengan mudahnya, "menurut saya, saya bukan orang yang boros, saya tahu untuk siapa dan apa uang saya, saya hanya menghargai hasil jerih payah sendiri".
 
.
.
.
 
Kawan aneh saya ini memang ajaib, yaaa tapi begitu-begitu setidaknya ada yang bisa dipelajari darinya. Calon orang hebat memang biasanya berawal dari keanehan dulu kok, kawan!
HA-HA-HA

Sunday, 15 February 2015

Berkah Makan Siang

Sudah makan siang apa kamu hari ini?
===
Seorang kawan bercerita pada saya hari ini, menceritakan pengalaman magangnya selama 1 tahun dulu di salah satu perusahaan industri otomotif yang berlokasi di Cibinong. Dia ditempatkan di Winteq Division, dengan total karyawan dari office boy hingga jejeran direksinya sekitar 110 orang. Selama magang itu, dia menemukan sesuatu yang istimewa. Hingga sekarang dia sudah bekerja di suatu perusahaan lain yang yaaa mungkin industrinya lebih besar, tapi ada hal-hal kecil yang selalu diingatnya dan memberinya pelajaran dari perusahaan magangnya itu.
 
Ceritanya dia tinggal di kos, butuh sekian ratus meter untuk menuju lokasi kantor. Setiap hari dia berjalan kaki tapi tak benar-benar berjalan kaki pada akhirnya, selalu ada orang yang menawarinya tumpangan, siapa saja bahkan bos sekalipun. Di sana semua orang bekerja dengan loyal. Dari jam 8 pagi start bekerja, dan finish di jam 5 sore tapi hampir semua karyawan pulang di atas jam 7 malam. Mereka lembur? Iya. Mereka dituntut atasan? Tidak. Mereka mengajukan form upah lembur? Tidak. Ini yang mengejutkannya. Karyawan-karyawan itu bekerja lembur dengan kemauan sadarnya sendiri, ikhlas.
 
Semua orang begitu hangat dan saling menghargai keberadaan masing-masing. Entah apapun itu jabatannya. Katanya tak ada sekat antara karyawan. Selama 7 tahun berdiri (di tahun dia memulai magangnya), tidak ada catatan pengunduran diri satupun dari karyawan di sana (entah dia tahu dari mana datanya). Istilahnya mereka semua 'betah' bekerja sama dengan perusahaan ini, walaupun gaji tak bombastis nominal angkanya.
 
Lalu kembali ke topik makan siang, saat itu kawan saya begitu ingat bahwa standar makanan yang disediakan di sana sesungguhnya tidak jauh lebih baik dari standar catering perusahaan tempat dia bekerja saat ini. Tapi toh semua karyawan tetap memakannya, menghabiskannya, bahkan dengan makanan yang terbatas itu produktivitas kerjanya jauh lebih tinggi.
 
Lalu dia coba melihat kondisi nyata di perusahaan tempatnya bekerja. Orang sibuk mengeluhkan menu catering, trash bag office penuh sampah kotak nasi yang masih lengkap isi makanannya. Rasa-rasanya tak ada kata syukur atas isi kotak itu. Apa yang salah? Perusahaannya sekarang memberi gaji yang lebih besar, fasilitas melimpah bahkan makanan yang baik. Dia mencontohkan menu catering hari selasa di tempatnya magang saat itu hanya nasi sayur dan kerupuk. Sedangkan di sini dia mendapatkan menu nasi yang komplit sayur dan lauk pauk entah ayam, ikan, atau daging. Tapi bedanya, dulu karyawan perusahaan magangnya tetap menghabiskan makanan apapun itu bentuk dan rasanya, sedangkan sekarang teman-teman kantornya justru sibuk mengeluh dan menyia-nyiakan makanannya.
===
Saya kemudian berpikir, mungkin sepele, tapi bisa jadi dari makan siang yang sering kita buang itu justru membuang keberkahan pekerjaan kita. Kalau kata rekan kerja saya, Pak Guntoro, rezeki itu ada di sebutir nasi, kita tak tahu di butir mana rezeki itu disimpan, satu butir saja tersisa, maka kita melewatkan kemungkinan rezeki itu kita makan.
 
Semacam pengingat di siang hari offday, besok-besok kalau tidak lapar atau tidak ingin makan, lebih baik mengambil makanan secukupnya atau tak perlu pesan sekalian.
Belajar bersyukur dimulai dari makan, selebihnya akan mengikuti.

Sunday, 8 February 2015

Musibah

Musibah diartikan mengalami suatu hal yang tidak mengenakan hati, sederhananya begitu. Mengalami sesuatu yang membuat dada sakit, hati sedih, air mata mengalir, semua itu terjadi sebagai sebuah musibah. 

Kalau dikelompokkan musibah terjadi karena:
  1. Mendapatkan apa yang tidak diinginkan
  2. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan
Beda tapi mirip ya.

"Tidak ada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan sudah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al Hadid: 22)

Berarti musibah datang memang dari Allah, lalu untuk apa? Bukankah musibah itu menghancurkan hati kita. Tapi kata Firman Allah tidak seperti itu. Musibah itu justru memberi hikmah:
  1. Menguji iman
  2. Mematangkan diri
  3. Memperingatkan manusia
  4. Mengobati hati
  5. Menyeleksi
  6. Memberikan pahala

Jadi bergembiralah, karena dengan mengalami musibah artinya Allah masih sayang kepada kita, dan Allah ingin meningkatkan harkat manusia tersebut.


"Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Semoga dengan musibah ini Engkau meningkatkan harkat diriku. Semoga derajatku lebih tinggi dan imanku meningkat."


=
Want the detils? Please read "Ya Allah Tolong Aku" written by A.K. High recommended book for you who feel the sadness in your heart, you're not alone.

Monday, 15 December 2014

Sepele Tapi Tidak Sepele

Ceritanya, P5M kemarin saya baru mendengar sebuah cerita yang seru dan bermakna sekali.
Terimakasih Pak Guntoro atas cerita motivasinya kemarin pagi. 5 menit (plus plus) awal kerja di Moco selalu menyenangkan, yak satu-satunya yang bikin betah di kantor, Ruang CCR. :)

Jadi ceritanya begini... (tak sama persis, diatur ulang penyampaian ceritanya agar menarik untuk dibaca)

Alkisah ada seorang raja yang memimpin kerajaan besar, sebut saja Kerajaan Mawar (#lhoh?), pada masa itu mereka sedang diserang kerajaan seberang, sebut saja Kerajaan Melati. Sebenarnya Kerajaan Melati ini tak sebanding kekuatan dan kebesarannya dibanding Kerajaan Mawar. Bahkan Raja Kerajaan Mawar sesungguhnya menyimpan informasi rahasia tentang kelemahan lawan. Tak sulit menebak hasil akhir peperangan, jelas Kerajaan Mawar akan mengalahkan Kerajaan Melati dengan mudah.

Tibalah hari peperangan.
Siapa sangka, 1 minggu berlalu Kerajaan Melati tetap bertahan dan bahkan pada akhirnya mampu mengalahkan pasukan perang Kerajaan Mawar dan mengambil alih wilayah Kerajaan Mawar. Raja Kerajaan Mawar diturunkan dari tahtanya dan diasingkan ke pulau terpencil untuk menjalani sisa hidupnya.

Apa yang salah?

Monday, 27 January 2014

Inspirational Story from an Eagle: Survival Change

Selasa yang telah lewat kemarin, sekali lagi harus memimpin P5M "Pembicaraan 5 Menit" -yang pada akhirnya selalu lebih dari 5 menit- di kantor. Ini kedua kalinya saya yang memimpin sharing, setelah dulu pernah melakukannya bergantian bersama gerombolan FGDP Engineering terdahulu (Annisa Nuraini, mas Angger Pradana, mas Rudal Sulaiman, Alfian Hidayatullah, dan Taufan Nugraha). Enw i miss u guys, gudlak in ur job site!

Ah iya sedikit tentang apa itu P5M, ini program harian Pama yang dilakukan setiap pagi hari sebelum memulai aktifitas kerja. Pada kesempatan ini, kita akan berbagi cerita, pengalaman, video, gambar, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Six Core Values - Pama:
  1. Tim yang Sinergis
  2. Bertindak Penuh Tanggung Jawab
  3. Siap Menghadapi Tantangan dan Mewujudkannya
  4. Perbaikan Terus Menerus
  5. K3LH adalah Cara Hidup Kita
  6. Memberikan Nilai Tambah pada Semua Pihak yang Terkait
Tujuannya simple, supaya kita memulai hari bekerja selalu dengan semangat dan motivasi baru.

Sebagai 'senior' FGDP, jadilah giliran pertama jatuh pada saya.

Beberapa malam sebelumnya, rajin baca blog/artikel, menonton video-video youtube dan tiba-tiba teringat kisah seekor elang yang pernah saya dapatkan dari seorang pemandu -dan maafkanlah saya mas pemandu, saya lupa, kalau ngga salah yang menyampaikan kisah elang itu mas Hizrul Umam nya Ayu Fatima, atau mas Nanda Kiswanto-

Langsung saya googling untuk mendapatkan kembali cerita-cerita elang untuk me-refresh memori.
Dan sekarang saya ingin tulis di note/blog pribadi, supaya saya tak perlu googling lagi untuk menemukannya, namun cukup membaca catatan pribadi, karena cerita elang ini sungguh menginspirasi saya dan sebenarnya cukup untuk menggambarkan kehidupan manusia.

Thursday, 5 December 2013

Bukan Fiksi Hanya Berbagi Inspirasi

Ini bukan fiksi, namun cerita aslinya tak senyata ini…

Seorang anak perempuan, lahir dengan perbedaan suku bangsa. Ayahnya adalah mantan serdadu, yang kemudian pensiun dan menjadi tukang cukur. Mata pencaharian itu jelas tak cukup membiayai keluarga, hal ini memaksa sang Ibu turut bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Hidup keluarga kecil ini tak kunjung membaik, justru semakin suram. Di usia anak perempuan yang masih sangat kecil itu -usia di mana dia bahkan belum mampu mengingat detil dan merasakan pahit jalan kehidupannya-, ayah dan ibunya memutuskan bercerai. Masing-masing hilang mencari peruntungan di daerah lain dan si Ibu meninggalkan anak perempuannya kepada sang nenek. Mereka tinggal di lingkungan yang miskin dan kumuh. Namun kondisi memprihatinkan tersebut tidak mengurangi semangat hidup anak perempuan ini. Dia sangat suka membaca, di usianya yang ketiga dia sudah mampu merangkai huruf menjadi untaian kalimat, dia senang sekali membaca apapun dengan keras-keras.

Hingga sebuah cobaan datang kembali, di usia anak itu yang ke-9 dia harus mengalami sebuah peristiwa yang mengubah hidupnya, pelecehan seksual. Dia diperkosa oleh saudara sepupu ibunya sendiri bersama teman-temannya, tak hanya terjadi sekali namun berulang kali, kejam.  Di usia 13 tahun, anak perempuan itu harus menerima kenyataan hamil. Membayangkannya saja tak sanggup, di usia 13 tahun, mengandung seorang bayi dan berjuang sendirian menahan malu dan trauma yang sangat menyakitkan.   Tepat 9 bulan mengandung, dia akhirnya melahirkan, namun sayang 2 minggu setelah lahi, bayi si anak perempuan itu meninggal.

Tuesday, 13 August 2013

I like how he (Pandji) describes a LIFE

Life is a giant puzzle. Every experience is a puzzle piece.
The more pieces you gathered, the more you start
making sense of things.

No life experience, no puzzle piece, no clue of what lies
ahead of you, no idea of what to make of it.

Some people live to their dying days & still havent figured out their puzzle. They sit there feeling hollow & wonder about their pieces.

So go out there and see the world
Gather your puzzle pieces
Live an adventure
Put them altogether one by one
Patiently
Consistently
Passionately
Once in a while, stop and step back
Take a look at your puzzle
See what its about
The empty spaces will tell you where to go next as you
compare to the image on the edges of those empty
spaces
Life is only a mystery to those who does not wish to
seek the answer

~ Pandji

Thursday, 27 December 2012

"Take and Give" atau "Give and Take" ?

Alkisah, seorang pria tersesat di hutan yang sangat gersang. Dia berjalan sempoyongan karena rasanya hampir mati kehausan. Tak disangka, dia menemukan sebuah rumah kosong. Di depan rumah tersebut, terdapat sebuah pompa air tua.

Segeralah dia menuju pompa tersebut dan mulai memompa sekuat tenaga tapi tak ada setetes air pun yang keluar.

Lalu pria itu melihat ada kendi kecil di sebelah pompa dengan ujungnya yang masih tertutup gabus dan tertempel kertas bertulis "Sahabat, pompa tua ini harus dipancing dengan air dulu. Setelah mendapatkan air nya tolong jangan lupa mengisi kendi ini lagi sebelum pergi"

Dia bergegas mencabut gabus penutup kendi dan mendapati kendi itu berisi penuh air.

Dalam benak pria tersebut "Apakah iya saya harus gunakan air kendi ini untuk memancing pompa? Bukankah lebih aman saya minum airnya saja, daripada nanti mati kehausan, kalau ternyata pompanya tak berfungsi. Untuk apa menuangkan air sebanyak ini pada pompa tua dan karatan hanya karena instruksi di atas kertas kumal yang belum tentu benar!"

Namun jauh di lubuk hatinya timbul perasaan yang berbeda. Dan dia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Dia akan mengikuti nasehat di kertas tersebut sekalipun beresiko. Dituangkannya seluruh isi air kendi dan dipompanya pompa air tersebut dengan sekuat tenaga.

Benar! Air keluar dengan melimpah. Pria itu minum sepuasnya.

Setelah beristirahat sejenak, dia mengisi kembali kendi itu dan menutupnya dengan gabus. Sebelum pergi, dia menuliskan beberapa tambahan kalimat di kertas instruksi "Saya telah melakukannya dan berhasil. Engkau harus berkorban lebih dulu sebelum menerima kembali secara melimpah. PERCAYALAH. Ini kebenaran hukum alam."


[Hidup ini, tidak selalu harus menerima, baru memberi. Tetapi ada kalanya bahkan seringkalinya, memberi terlebih dahulu baru menerima dengan cara yang tak terduga.]