Pages

Showing posts with label opini. Show all posts
Showing posts with label opini. Show all posts

Wednesday, 2 March 2016

The Critical Age Versi Me

Halo pemuda-pemudi seperempat abad, atau menjelang atau baru saja melewatinya. Welcome to the club, twenties!

Rentang waktu umur 20-30 rasa-rasanya tidak sebentar, 10 tahun. Tapi begitu menjalaninya, terasa singkat. Bayangkan dalam 10 tahun itu, kita akan berurusan dengan pendidikan, karir, jodoh cinta, hingga keluarga. Too much complex isn't it? Pada masa kritis tersebut, kita dituntut mengambil banyak keputusan yang akan berdampak pada masa depan kita. Keputusan penting apakah itu? Check this out, put your eyes on it before face it if you dont meet it yet :)

Wednesday, 10 February 2016

Finding Right Man in Right Time

Sebagai perempuan, saya 'gatal' ingin menulis topik ini. Usia kepala dua adalah masa kejayaan, masa dimana tidak hanya cita-cita dan mimpi yang dikejar, tapi juga sebuah cinta sejati. Cie...

Dan pada dasarnya, perempuan menjadi lebih rentan pada hal-hal yang berbau perasaan. So you should read this, learn something from here, then find out your man, not your boy(friend).

Saya menjumpai sendiri banyak kisah cinta yang berakhir di umur 20an, tapi tak jarang juga kisah yang justru baru dimulai saat itu. Jangan khawatir jangan risau, ambil hikmahnya: he is not for you, you're deserve better or if you think your last partner is better enough but your relationship still comes to end, it means that it's not the right time. You and your ex-partner just meet in wrong timing. Be easy (altough passing it isn't as easy as I said, it needs time, trust me I've been there before but I was still survive then).

Menurut Jenna Lowthert, ada 18 perbedaan antara "MAN" dan "BOY", check it out.

Sunday, 20 September 2015

Socmed?

Jaman sudah beda. Perubahan disadari tidak disadari mulai mengakar menjadi sebuah ideologi dalam masyarakat yang hidup di jaman itu.
 
 
Socmed. We name it, social media, the way of technology to connect into social public. Sudah banyak ragamnya, generasi 90'an pasti kenal Friendster dulu, gagal berkembang, matilah socmed satu ini. Mati satu, tumbuh seribu. Muncul-lah kemudian, Facebook, Twitter, Instagram, Foursquare, Path, belum lagi communication app seperti BBM, Whatsapp, LINE, WeChat, Skype, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya mereka semua diciptakan untuk membantu menghubungkan satu sama lain yang terpisah jarak. Membantu menyebarkan informasi secara masif dan cepat. Membantu menemukan kawan saudara lama. Memberi wadah untuk sharing news dengan cara yang instan. Sampai pada akhirnya, socmed mulai menyusup pada kebiasaan, moral, hingga jati diri seseorang. Efeknya "mengerikan".
 

Saturday, 19 September 2015

Mimpi Untuk Pustaka Merah Putih (2)

Menyambung tulisan panjang lebar yang ini, saatnya melanjutkan cerita mimpi. Boleh ya teman-teman saya sampaikan di sini... #izin
 
Sering kita mengobrol dari santai sampai serius tentang 'bobroknya' birokrasi politik, tapi diskusinya tak berujung pada solusi. We stop then. We think, we only need do better maximize our potential in our subject, do good thing for give positive impact. Done. Kemudian otak 'liar' saya berpikir, mungkinkah suatu hari kita membuat proyek sociopreuneur sendiri? Atau membuat sejenis kampung bina sosial ala kita? Atau terjun dalam masyarakat lewat produk yang bersentuhan langsung dengan mereka? Seharusnya bisa. Mereka di balik suksesnya Go-Jek, GrabBike, Indonesia Berkebun, Bank Sampah, Dompet Duafa, Indonesia Terang, dan masih banyak proyek lainnya digawangi anak muda, tak jarang freshgraduate, atau profesional berpengalaman. Coba cek makin menjamurnya bisnis sosial masyarakat di situs Social Entrepreneur Academy.
“Ketika terjadi kemiskinan yang marak dan ketidakadilan sosial, kewirausahaan sosial adalah jawabannya.” – Muhammad Yunus

Mimpi Untuk Pustaka Merah Putih (1)

Dari rombongan orkes sakit hati -kata kebanyakan orang saat itu- Pustaka Merah Putih dibentuk. Gagal nyapres, gagal menjajaki kabinet bem karena kalah 25 poin. Sebuah organisasi yang katanya untuk tandingan.
 
Whatever.
IG @nanabinhariyati
Tapi dengan jatuh bangunnya, komunitas ini tetap ada. Exist bahkan longlast hingga penghuninya sudah bekerja terpisah kota. Kami, disatukan karena kecintaan pada baca dan tulis. Sebagian besar dari kami adalah pengoleksi buku, atau setidaknya peminjam buku. Setelah lulus dari status mahasiwa, komunitas ini "mati suri" karena gagal regenerasi. *sedih* Hanya beberapa adek angkatan yang masih melanjutkan, grateful thank you bro and sist. Tapi kami pendahulu-pendahulunya masih cincong-cincong aktif di grup Whatsapp.
 
 Bukan aktif yang tiap hari ada notifikasi masuk, kadang adakalanya grup ini sepi kayak kuburan. Sepi sekali. Kalau ada yang post something, kadang tak ditanggapi sama sekali. Isi grup mentok pada broadcast meme, quote image, news link, lowongan kerja, atau healthy info. Tapi saya bersyukur grup ini ada. Believe it or not, grup ini selalu ramai kalau bahasannya "berat dan berbobot". Jaman Jokowi-Prabowo jadi hot news, grup kami pun tidak kalah ramai dari MetroTv dan TvOne. Saya tahu shale gas lebih awal dari sana, bahkan berita up-to-date media sekarang yang sedang gencar-gencarnya menulis "Indonesia Menggunakan Bank BUMN Sebagai Jaminan Pinjaman ke China" itu dari grup. Ada crosscheck berita dari mereka yang terlibat langsung dalam bisnis isunya, ada counter statement opinon karena isi kepala orangnya beda-beda. Seru. Kadang saya menanggapi. Kadang saya cuma jadi silent reader yang belajar sesuatu hal baru.

Monday, 8 June 2015

Menikah? Ibadah, Amanah, Anugerah.

Rasanya seperti mimpi, saya menulis di sebelah seorang pria yang sedang tertidur pulas.

Setiap detil cerita kami berlalu begitu cepat, tapi ini nyata, buktinya saya bisa mendengarkan suara nafas tidurnya sekarang hahahaha.

Menikah dengannya adalah anugerah terbaik yang Allah berikan untuk saya. Siapa sangka seorang Farid Fawwaz Ikbar akan menjadi suami saya, orang yang tak pernah (dan tak mau) saya kenal sebelumnya. Dalam empat bulan setelah perkenalan pertama, sekarang tiba-tiba menjadi pendamping saya. Saya selalu tak bisa menahan air mata ketika mengucap alhamdulillah untuk anugerah ini. Allah begitu baik, sangat baik, menghadirkan sosoknya dalam hidup saya. Bagian yang membuat saya menangis bahagia di kalimat dzikir tersebut adalah Allah masih mau memberi kesempatan pada orang seperti saya, yang banyak melakukan dosa di masa lalunya. Subhanallah.

Saya selalu berdoa padaNya, ridhoi hidup saya ya Allah, tuntun saya terus senantiasa menjadi orang yang beriman, sekeras apapun caranya, seberat apapun jalannya, saya ingin tetap di sini. Saya pikir inilah kemudian cara Allah menjawab doa saya. Sejak akhirnya saya menyetujui untuk mengenal Farid dan mengizinkannya bertandang ke rumah, niat saya adalah karena Allah, demi Allah, untuk Allah. Saya yakin dia akan menjadi imam sekaligus pembimbing untuk saya, karena itulah yang utama saya butuhkan. Saya masih tak mengerti mengapa Farid dengan sangat yakinnya ingin menikahi saya bahkan di hari kedua kita berkenalan. Tapi saya mensyukuri itu, terimakasih ya Allah. Tak habis pertanyaan untuk mempertanyakan bagaimana kami bisa bersatu saat ini, yang kami yakini adalah kami memang berjodoh, insyaAllah.

Detik-detik ijab qobul -yang tidak biasa- kemarin masih terasa suasana haru, tegang, dan bahagianya. Allah melancarkan semuanya, alhamdulillah.

Kalau ditanya apa bahagianya menikah? Maka saya yang belum ada 2 hari menikah, cuma bisa menjawab, kamu punya teman mengobrol di atas tempat tidur, berbagi segala rasa, tanpa takut dosa, justru bernilai ibadah.

Percayalah, perjalanan setelah menikah memang tidak akan mudah, justru ini adalah sebuah amanah. Saya harus berusaha menjadi istri yang taat pada suaminya, Farid berusaha menjadi suami yang bertanggungjawab di mata Allah untuk istrinya.

Kita sama-sama belajar sebagai bentuk syukur untuk anugerah terindah hadiah dari Allah, yaitu menikah.

You got the point yet? No?
Maka beranilah untuk menikah dan rasakan sendiri. Kata Farid, menikah itu tidak berat, yang berat hanya satu, di awal ketika akan memutuskan menikah. First step is always the hardest :)

Terimakasih untuk semua doa dan ucapannya, semoga yang mendoakan dipermudah jalannya dalam menemukan jodoh.
Farid-Nana

Tuesday, 31 March 2015

Demi Sebuah Citra

Pagi ini seperti biasa, sarapan nasi pecel, duduk di meja makan bersama mama. Papa seperti biasa makan menyendiri di ruang tamu.

Sambil makan, mama bercerita.
Dalam perjalanan belanja harian untuk memasak bakso dan sekalian membeli nasi pecel, dia menemui razia satpol pp di jalanan Kota Madiun. Target razia adalah bakul makanan/minuman yang biasa berjualan di tepi jalan. Saat itu yang mama lihat, seorang petugas mengangkut habis dagangan seorang ibu yang sudah histeris menangis berteriak memohon untuk tidak diangkut. Mama pun berinisiatif memberitahu pedagang di jalan lain yang belum dilewati satpol pp untuk memberesi dagangannya sebelum diangkut paksa petugas.

Kata mama, sejak kemarin sampai hari Kamis nanti, pedagang kaki lima dilarang berjualan di sepanjang jalanan Kota Madiun karena selama empat hari ini akan ada penilaian Piala Adipura. Adipura adalah penghargaan untuk kota-kota di Indonesia yang dinilai berhasil dalam kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam penilaiannya, penghargaan terbagi menjadi dua kategori, Adipura Kencana dan Anugerah Adipura. Adipura Kencana ditandingkan untuk kota-kota yang sudah mendapat penghargaan Anugerah Adipura sebelumnya. Masing-masing diberikan untuk empat kategori kota: kota metropilitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. FYI, Kota Madiun sudah 7x menyabet Anugerah Adipura, dan pada akhirnya tahun 2013 dan 2014 berhasil mendapat gelar Adipura Kencana peringkat pertama untuk kategori kota sedang. Dengan serentetan prestasi tersebut, tak heran Kota Madiun getol persiapan penilaian tahun 2015, mempertahankan prestasi konon katanya lebih berat daripada meraihnya di awal.

Tapi kali ini saya tak ingin membahas adipuranya, saya merasa sedikit janggal dengan persiapannya. Kota Madiun dan kebanyakan instansi lain (termasuk perusahaan saya) lebih peduli pada orientasi hasil akhir bukan orientasi proses.

Thursday, 19 March 2015

Heil Headset!

Ketika jarak sekian meter tak bisa diatasi, telepon genggam selayaknya digunakan sebagai solusi, sudah biasa.
Ketika telinga masih ingin mendengar, dan mulut masih ingin berbicara namun tangan perlu leluasa bergerak mengerjakan yang lain, headset menjadi penyelamat.
---
Nathaniel Baldwin,
menemukan temuan cerdasnya itu saat dia masih menjadi mahasiswa. Mengapa temuan itu saya bilang cerdas? Dia menjawab kebutuhan sederhana para tentara saat itu yang perlu komunikasi dengan leluasa ketika perang sedang berlangsung dengan sebuah ide yang brilian, headset -gabungan headphone dan microphone, dalam EYD Bahasa Indonesia kita menyebutnya piranti penyuara kuping-

Untung saya hidup di era sekarang, yang bentuk headsetnya sudah seminimalis mungkin, ngga kebayang juga pakai headset segede batu cobek di atas. But overall, heil headset! Brilliano! :D

Friday, 20 February 2015

Harta(?)

"Jatah rezeki itu sudah sepaket bersamaan dengan lahirnya kita sebagai manusia di dunia ini." ~ seorang kawan yang aneh.
 
Kawan saya bicara tentang rezeki beberapa hari kemarin. Dia tak percaya bahwa rezeki (hanya) datang dari gaji perusahaan saja. Dia bahkan tak perlu khawatir tak memegang uang sepeser pun.
Hari itu dia tak punya pulsa, uang tersisa entah sekian rupiah di atm tak mungkin ditarik, dan tak ada sisa uang yang berarti di dompetnya. Tapi hari itu dia tetap makan 3x sehari kenyang dan tetap merokok juga seperti biasa huft. Artinya dia tak kekurangan apapun, dan terbukti sorenya dia menerima secara tiba-tiba uang sekian juta rupiah masuk ke rekeningnya, mendadak ada pulsa 'nyasar' pula masuk ke nomor hape-nya. Alhamdulillah.
 
Dari sekian banyak ceritanya tentang rezeki, tentang bagaimana dia menggunakan uangnya selama ini, saya berkesimpulan bahwa rezeki itu sumbernya memang dari mana-mana apalagi ketika kita tak pernah berusaha menggenggam terlalu erat harta itu. Dia percaya ketika dia memberangkatkan orangtuanya umroh, hasilnya akan dilipatgandakan. Termasuk ketika dia tiba-tiba mendapat "uang kaget" di rekeningnya ternyata itupun dari piutang (yang tak pernah diingatnya) untuk saudaranya.
 
Saya mendengarkan sambil mengamini ucapannya. Saya sepakat, saya pun sepemikiran dengannya untuk beberapa poin ini. Harta buat saya tak seberharga itu, uang itu cuma media jual beli, tak lebih. Walau memang tak dipungkiri banyak uang itu sedikit banyak mempengaruhi beberapa gaya hidup.
Misal, dulunya sebelum membeli buku perlu berpikir panjang, pinjam kalau memang sudah ada yang membeli. Sekarang, tanpa berpikir dua kali membeli beberapa buku dalam satu kali belanja, walau belum tentu habis dibaca dalam waktu dekat. Masalah makanan juga, ah sudahlah hal ini tak perlu dijelaskan, orang juga tahu saya hobi makan dan jajan keluar, cuma kalau dulu makan di Sushitei menjatahi diri sendiri sekarang lebih bebas memilih. *laugh*
 
Saya mengira kawan saya ini termasuk orang yang boros, bagaimana tidak dia bisa menghabiskan sekian nominal gajinya cuma untuk jajan makanan minuman ringan yang tertumpuk di kamarnya. Saya tanya apa dia termasuk orang boros? Kurang lebih, dia jawab dengan mudahnya, "menurut saya, saya bukan orang yang boros, saya tahu untuk siapa dan apa uang saya, saya hanya menghargai hasil jerih payah sendiri".
 
.
.
.
 
Kawan aneh saya ini memang ajaib, yaaa tapi begitu-begitu setidaknya ada yang bisa dipelajari darinya. Calon orang hebat memang biasanya berawal dari keanehan dulu kok, kawan!
HA-HA-HA

Sunday, 15 February 2015

Berkah Makan Siang

Sudah makan siang apa kamu hari ini?
===
Seorang kawan bercerita pada saya hari ini, menceritakan pengalaman magangnya selama 1 tahun dulu di salah satu perusahaan industri otomotif yang berlokasi di Cibinong. Dia ditempatkan di Winteq Division, dengan total karyawan dari office boy hingga jejeran direksinya sekitar 110 orang. Selama magang itu, dia menemukan sesuatu yang istimewa. Hingga sekarang dia sudah bekerja di suatu perusahaan lain yang yaaa mungkin industrinya lebih besar, tapi ada hal-hal kecil yang selalu diingatnya dan memberinya pelajaran dari perusahaan magangnya itu.
 
Ceritanya dia tinggal di kos, butuh sekian ratus meter untuk menuju lokasi kantor. Setiap hari dia berjalan kaki tapi tak benar-benar berjalan kaki pada akhirnya, selalu ada orang yang menawarinya tumpangan, siapa saja bahkan bos sekalipun. Di sana semua orang bekerja dengan loyal. Dari jam 8 pagi start bekerja, dan finish di jam 5 sore tapi hampir semua karyawan pulang di atas jam 7 malam. Mereka lembur? Iya. Mereka dituntut atasan? Tidak. Mereka mengajukan form upah lembur? Tidak. Ini yang mengejutkannya. Karyawan-karyawan itu bekerja lembur dengan kemauan sadarnya sendiri, ikhlas.
 
Semua orang begitu hangat dan saling menghargai keberadaan masing-masing. Entah apapun itu jabatannya. Katanya tak ada sekat antara karyawan. Selama 7 tahun berdiri (di tahun dia memulai magangnya), tidak ada catatan pengunduran diri satupun dari karyawan di sana (entah dia tahu dari mana datanya). Istilahnya mereka semua 'betah' bekerja sama dengan perusahaan ini, walaupun gaji tak bombastis nominal angkanya.
 
Lalu kembali ke topik makan siang, saat itu kawan saya begitu ingat bahwa standar makanan yang disediakan di sana sesungguhnya tidak jauh lebih baik dari standar catering perusahaan tempat dia bekerja saat ini. Tapi toh semua karyawan tetap memakannya, menghabiskannya, bahkan dengan makanan yang terbatas itu produktivitas kerjanya jauh lebih tinggi.
 
Lalu dia coba melihat kondisi nyata di perusahaan tempatnya bekerja. Orang sibuk mengeluhkan menu catering, trash bag office penuh sampah kotak nasi yang masih lengkap isi makanannya. Rasa-rasanya tak ada kata syukur atas isi kotak itu. Apa yang salah? Perusahaannya sekarang memberi gaji yang lebih besar, fasilitas melimpah bahkan makanan yang baik. Dia mencontohkan menu catering hari selasa di tempatnya magang saat itu hanya nasi sayur dan kerupuk. Sedangkan di sini dia mendapatkan menu nasi yang komplit sayur dan lauk pauk entah ayam, ikan, atau daging. Tapi bedanya, dulu karyawan perusahaan magangnya tetap menghabiskan makanan apapun itu bentuk dan rasanya, sedangkan sekarang teman-teman kantornya justru sibuk mengeluh dan menyia-nyiakan makanannya.
===
Saya kemudian berpikir, mungkin sepele, tapi bisa jadi dari makan siang yang sering kita buang itu justru membuang keberkahan pekerjaan kita. Kalau kata rekan kerja saya, Pak Guntoro, rezeki itu ada di sebutir nasi, kita tak tahu di butir mana rezeki itu disimpan, satu butir saja tersisa, maka kita melewatkan kemungkinan rezeki itu kita makan.
 
Semacam pengingat di siang hari offday, besok-besok kalau tidak lapar atau tidak ingin makan, lebih baik mengambil makanan secukupnya atau tak perlu pesan sekalian.
Belajar bersyukur dimulai dari makan, selebihnya akan mengikuti.

Thursday, 8 January 2015

Cerita Dari Balik Kios Kebun Sayur

Hari ini alhamdulillah bisa pulang sore, ga lembur malem. Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di mess setelah beberapa hari terakhir cuma tidur tidur tidur.
Sehabis mandi dan bersih-bersih, makan gado-gado sambil baca koran Kaltim Post. Satu halaman full dengan headline "Tiga Jam Empat Blok Ludes". Saya pun teringat pagi di tanggal 06.01.15 menerima broadcast message, Kebun Sayur kebakaran. Hanya sambil lalu saya membacanya, oh oke.
Namun begitu melihat foto pasca kebakaran yang dimunculkan di koran hari ini, hati saya terenyuh. Saya mendadak ingat memori periode cuti terakhir saya. Untuk pertama (dan mungkin yang terakhir kali) saya jalan-jalan dengan tujuan utama belanja oleh-oleh khas Kaltim di Pasar Inpres Kebun Sayur.
 
Setelah berputar-putar memilah milih kios, -belanja memang keahlian khusus wanita- berhentilah saya di sebuah kios dengan pilihan kain yang paling bervariasi. Penjualnya cukup ramah dan menyenangkan untuk diajak berdiskusi, seorang gadis muda yang kecantikannya khas orang sana, kecil mungil putih manis.
Sesaat setelah menentukan pilihan kain, pergilah gadis itu mengukur kain. Saya ditemani gadis lain yang mungkin masih adiknya. Lalu muncullah seorang anak kecil lucu cantik imut, memanggil kakak pada penjaga kios ini. Dilihat dari tinggi besar anak itu seusia SD kira-kira.
Anak lucu itu rupanya sedang diajari cara berdagang oleh kakaknya, diajarkan jenis-jenis kainnya, pilihan harganya, hingga cara menawarkan barang jualannya. Anak gadis ini bahkan sempat menyodorkan kursi untuk saya melihat saya menunggu cukup lama sambil berdiri. Saya dekati kemudian bertanyalah padanya: "Adek kelas berapa sekarang?", lalu dengan polosnya dia menjawab "Ngga sekolah kak."
Sedetik lidah kaku, terpaku mendengar jawabannya. Kakaknya kemudian menjelaskan bahwa di keluarga mereka memang sejak kecil dididik untuk meneruskan usaha turun temurun berdagang di Kebun Sayur.
Sedih hati saya. Haru. Ya Allah, harusnya anak sekecil itu menikmati masa mudanya belajar di bangku sekolah. Tak apa dia belajar berdagang membantu kakak-kakaknya di waktu senggang, tapi tetap kewajiban utamanya bersekolah harus dipenuhi.
 
Kembali ke berita kebakaran di Pasar Inpress Kebun Sayur di awal tahun 2015 ini, saya tak membayangkan bagaimana nasib keluarga mereka-mereka yang kenyang perutnya bergantung pada penghasilan sehari-hari di Kebun Sayur. Kios ludes jelas kerugian yang ditanggung pasti besar.
Semoga keadaan mereka segera kembali pulih, dikuatkan dan mendapat yang terbaik dari musibah ini.
[Oiyaaa kalau belanja di pasar tradisional, usahakan jangan menawar terlalu kejam, itung-itung membagi rezeki untuk orang lain yang membutuhkan]

Saturday, 22 November 2014

Kudapan Malam Sabtu: Bicara Batu Bara

Postingan malam Sabtu, edisi serius. Lama sudah tak menulis, tulisan terakhir hampir setengah tahun yang lalu. Mencoba kembali mengasah kemampuan memasangkan kata demi kalimat, mencocokan isi yang tersurat dan yang tersirat. Semoga masih bisa dinikmati, kalau tidak enak dibacaskip saja tulisan berat saya kali ini. Feedback saya bagian mana yang menyesakkan atau membosankan untuk dibaca. Feel free to be complained.

“Bagaimana pertambangan batubara melukai perekonomian Indonesia?”

Itu headline jurnal Greenpeace yang baru selesai saya baca. Cukup panjang dan berat, sampai harus dibaca berulang-ulang padahal cuma 14 halaman A4. Straight to the point. Judul yang bombastis berhasil menarik saya ke dalam isi jurnalnya. Sebagai salah satu manusia yang “makan” dari hasil usaha pertambangan batubara, saya membaca dengan subjektifitas kontra pada judul tulisan itu. Namun paragraf demi paragraf jurnal itu membuat saya lebih sadar, hey we’re walking in wrong waywe’re now in the way into blind alley. Dan tidak mungkin jika industri batubara bertahan dengan cara yang salah maka akan tiba pada masanya, harga batubara benar-benar di angka 0 (alias tak terbutuhkan) dan sisa eksploitasi hanya menyisakan penyesalan. *tarik nafas dulu*

Sunday, 13 July 2014

Lost My Mind

I have so many questions in my mind. Why do people can be so cruel to a fellow human? Why do people can be so hated just because some people are different for them? Why should be there blood war? Why do worldnation stay in silent looking at the cruel war out of there?

We are human, rite? Do we need another reason to save our fellow? Is their difference (or power - authority) more important than human's life?

Am I so naive? Yes maybe I am...
I really lost my mind. I curse you cruel man, whoever you...

May Allah give strength, warmth and healing for those hurt in Gaza, Palestine, Burma, Afrika Tengah and all the war zones on earth :(

Thursday, 5 December 2013

Jika Boleh Berpendapat, BCS Itu...

Ini tulisan lama yang saya tulis ketika ada 'huru hara' terdahulu namun belum sempat terposting. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Murni cuma ungkapan isi kepala, semoga tidak ada yang tersinggung dan merasa tercemar nama baiknya.

Semangat pagi! Salam perdamaian (bukan mengajak konfrontasi)

Tergerak menanggapi isu yang beredar hangat di sebuah grup (dalam hati saya bersyukur, efek positifnya grup itu lebih hidup daripada biasanya). Saya menulis dengan memposisikan diri senetral mungkin, mencoba membuka pikiran kedua belah pihak (A dan B) karena sesungguhnya semua tidak ada yang mutlak benar dan salah.

Untuk kelompok A yang saya hormati,
Untuk kelompok B yang tercinta,
Untuk semua generasi (muda-tua) yang masih setia dan peduli pada istilah pengkaderan,

Pengkaderan yang kami kenal sebagai BCS, sejak dulu istilah ini sudah ada dan saya yakin akan tetap ada hingga nanti, karena ini salah satu core values mahasiswa Statistika ITS, namanya saja Bina Cinta Statistika maka saya sangat tidak setuju kalau (berandai-andai kemungkinan terburuk) BCS ini ditiadakan. Tapi di sisi lain saya setuju apabila BCS ini harus mengalami perubahan, menyesuaikan zaman dan kebutuhan global.

Mengapa BCS penting? Mari saya coba jelaskan manfaat dari BCS yang saya rasakan hingga sekarang kepada kelompok A yang masih memandang sebelah mata, yang mungkin berbeda sudut pandangnya.

Tuesday, 3 December 2013

Are you Ready for Business Analytic?

Beban perasaan bersalah ketika hampir setahun berlalu tanpa menulis apapun.

Ini tulisan pertama di tahun 2013, bukan tidak punya waktu hanya tidak pandai mengatur waktu. Dan maka inilah saya kembali menulis. Tulisan ini sudah lama mulai ditulis, berencana akan diposting pada Hari Statistika Nasional namun karena belum benar-benar selesai dan koneksi internet yang susah dicari di site maka baru kali ini go publish.

Masih tidak jauh-jauh dari topik sebelum ini. Statistik. Data.
Selamat menikmati ‘kudapan’ dan semoga bermanfaat.

Saya baru saja menyelesaikan sebuah bacaan menarik tentang BIG DATA, sebuah realita yang dihadapi saat ini. Dan sebagai seorang lulusan jurusan statistika (saya belum cukup pede menyebut diri saya sebagai statistician) maka beban berat sekaligus peluang emas menggelayut dalam pundak saya.

Setelah benar-benar terjun di dunia nyata, saya dihadapkan dengan realita betapa begitu banyaknya data. Dan benar semakin hari, keragaman (variety) data yang terbentuk memang semakin banyak, dengan kecepatan (velocity) masuk yang semakin tinggi, dan tentu saja ini mengakibatkan jumlah data (volume) yang terkumpul semakin besar. Fenomena tersebut mengarahkan pada semakin banyaknya inisiatif dalam mengatasi BIG DATA, mulai dari solusi perangkat keras hingga perangkat lunak ditawarkan untuk mengantisipasi metode penyimpanan hingga pengolahan data secara efisien dan lebih cepat tentunya. Muncul pertanyaan besar bagi saya, apa dan bagaimana memanfaatkan BIG DATA???

Monday, 31 December 2012

Kudapan Akhir Minggu: When Mining World Falls in Love in Statistics #2

Semangaaaaaaat pagi! Ini sapaan kami, selalu bersemangat seperti semangat di pagi hari.

Ini tulisan saya, masih dengan topik yang sama, ronde kedua.

Buat yg belum baca rode pertamanya: monggo gan klik di sini

Di sini kami punya beberapa jargon, salah satunya INOVASI, ITU KUNCINYA!

Jargon ini bukan sekedar jargon, karena dalam prakteknya, implementasi berjalan sangat baik.

Sebuah improvement diperoleh dengan analisis quality control circle terlebih dahulu. Ada tahapan-tahapan pencarian masalah, penentuan target, analisis akar penyebab dan akar masalah, penyusunan rencana perbaikan, implementasi, evaluasi, hingga standarisasi sistem perbaikan.

Saturday, 29 December 2012

Kudapan Akhir Minggu: When Mining World Falls in Love in Statistics #1

Weekend yang hampir tak produktif karena bangun kesiangan (nikmatnya bangun siang lebih terasa kalau sudah kerja begini), saya merasa bila sampai malam minggu datang tetap tidak poduktif, apalah nilai tambah yang saya berikan untuk kehidupan ini, jadi mari kita menulis lagi. (sok bener)

Tulisan ini saya potong jadi dua bagian, karena setelah menulis ternyata panjang sekali isinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian akibat kebosanan. Bagian pertama isinya sekedar tentang pengantar 5W1H mining worlds dalam frame otak seorang FGDP (Fresh Graduated Development Program), jadi harap maklum kalau banyak hal yang tak bisa saya jelaskan dengan detil di sini :)

FYI, saya ini bekerja pada perusahaan kontraktor tambang batu bara, bukan pemilik site batu bara, jadi core bussiness nya juga berbeda, kita menjual jasa. Dulu sebelum masuk ke sini, saya selalu berpikir bagaimana bisa jasa kontraktor tambang laku? Mengapa perusahaan batu bara pemilik site tidak mengerjakan sendiri bukannya lebih untung? Ah ternyata dangkal sekali pikiran saya. Justru dengan core bussiness jasa kontraktor tambang, lebih ‘aman’ ketika harga batu bara fluktuatif (kabar baiknya, sekarang harganya mulai naik lagi ^^). Mari saya perjelas.

Sunday, 24 June 2012

Middle Class, Who are They?

Sunday in early hours, at 01.47 a.m,
As usual, it kinda an insomnia syndrom, still my (boardinghouse) room.

Inget janji saya berbagi cerita tentang "Golongan Menengah"?

Akhir-akhir ini,saya sering mendengar kelas menengah sering disebut-sebut dalam banyak artikel, topik berita, talkshow, dan buku-buku non fiksi.
Siapakah mereka yang disebut orang-orang kelas menengah? Sadarkah kamu, iya kamu, bahwa mayoritas dari kamu adalah golongan menengah?



Kamu yang rela mengantri untuk membeli tiket konser SuJu atau Lady Gaga(l), kamu yang ber-modem dan rajin ber-social network lewat gadgetmu, kamu yang sempat menonton Avengers Revenue di XXI, atau kamu yang malam minggunya diisi dengan nongkrong di coffee shop.

Golongan menengah adalah mereka kaum bapak ibu yang mengendarai mulai Toyota Camry hingga Avanza, atau ber-city car ala Honda Jazz atau Suzuki Swift, dan bahkan yang kemana-mana bersepeda-motor Yamaha Mio atau Honda Beat-nya juga disebut middle class.

Siapa yang lebih sering berbelanja di Matahari Dept. Store, Giant, Carefour,Ranch Market, atau yang paling 'sederhana' Indomart dan Alfamart?


Apakah kamu dan orang-orang terdekatmu setiap bulan sempat membeli maalah dengan merk-merk ini: "Hai", "Kartini", "Kosmopolitan", "Nova", "Bola", dan sejenis "Intisari" atau "SWA"?

Siapa yang suka (sesekali hingga sering) makan dan minum sesuatu yang instant packaging? Mie instant, minuman botol, susu kotak, daging berbumbu dalam kemasan, nugget dan tempura tinggal goreng, sosis tinggal 'lep', dan biskuit serta keripik dengan rasa-rasa mewah?

Masih ada yang merasa belum disebut? Tell me, I'll check my middle class' dictionary :p


Wednesday, 13 June 2012

Golongan Menengah Kuat = Indonesia Maju!

Barusan saya baca buku (biasa: pinejm bukan beli), belum selesai baca 1 buku sih, but in the first-second sight, i love this book. ♥

Firstly, buku ini ya, punya cover yang unik, dengan judul yang eyecatching. Secondly, most of parts that I have read is cool!

Buku ini bisa membuat kepala saya manggut-manggut, sambil berdecak kagum 'ckckck', sesekali menggumamkan kata 'oh gitu tho!'
100 Langkah Untuk Tidak Miskin



380324_3487050780634_209450189_n


Buku itu dikarang oleh new comer writer (cmiiw), Ligwina Hananto. Dan tulisannya keren!
Jadi jadi jadi kembali ke topik, buku itu menginspirasi sekaligus menginformasi saya tentang golongan menengah.

Sunday, 8 April 2012

Menegangkan Bertemu Polisi

Saat itu jam menunjukkan 11.49 pm, hari Senin 16 Januari 2011. Sekitar satu jam yang lalu saya masih berada di jalan Kertajaya, mengendarai sepeda motor bersama partner ganteng saya Rafsanjani menuju ITS setelah menghabiskan makan malam Mie Pecun bersama Adi dan Jeffry.

Oke, bukan kisah makan malam yg hendak saya ceritakan. Tapi sebuah PERISTIWA MENEGANGKAN yang sepanjang hidup ini baru saya rasakan. Awalnya tak ada niat berbagi cerita, terkesan lebay, tapi setelah mendapat banyak tanggapan positif, jadi mulailah saya tulis pengalaman tersebut. Semoga bisa meng’inspirasi’ dan memberi keberanian lebih pada kalian untuk berjuang melawan kebenaran.