Semoga kelak walau rambut sudah memutih, tapi kita masih mengingat hari-hari belakangan ini. Jika lupa, semoga catatan curhat seorang istri ini menjadi pengingatnya. Dan saat itu mungkin kita membacanya sembari senyum menikmati hari tua di pantai.
Plus, semoga catatan ini bisa jadi dongeng pengantar tidur untuk anak kita. Mereka harus tahu perjuangan orang tua-nya selagi muda, mereka terlahir dari ayah-ibu pejuang, jadi mereka pun tak boleh mudah menyerah jika bertemu masalah dan kesulitan di kemudian hari.
Dejavu yang terulang.
Setengah tahun yang lalu, saya dan suami 'menikmati' susahnya hidup di hutan. Ada masa ketika kami harus hidup di tengah asap kebakaran hutan, listrik padam (bukan hitungan jam, tapi berhari-hari), diperparah dengan kekeringan sehingga air sumur habis. Sekarang, kami sudah pindah ke tempat yang lebih layak. Kota. Namun bukan berarti tantangannya berhenti sampai di sana.
Setengah tahun yang lalu, saya dan suami 'menikmati' susahnya hidup di hutan. Ada masa ketika kami harus hidup di tengah asap kebakaran hutan, listrik padam (bukan hitungan jam, tapi berhari-hari), diperparah dengan kekeringan sehingga air sumur habis. Sekarang, kami sudah pindah ke tempat yang lebih layak. Kota. Namun bukan berarti tantangannya berhenti sampai di sana.
Pun ada masanya seperti yang hari belakangan kami alami berdua. PDAM di daerah kami mengalami machine trouble, menyebabkan pasokan air macet hingga berhari-hari. Bisa dibayangkan hidup tanpa air? Alat makan-dapur menumpuk membuat malas memasak, toilet kotor, mandi jadi jarang -bahkan akhirnya saya menunda mandi hingga tiga hari dan suami terpaksa mandi di kantor-, untuk sholat dan aktivitas buang air saja harus menumpang di pusat perbelanjaan. Kebayang repotnya masa-masa itu kan. Sudah pasti, sayalah yang lebih banyak mengeluh, uring-uringan sendiri. Dan sudah pasti juga, suamilah yang tenang dan sabar menemani masa sulit ini.
Seperti kemarin.
Karena persediaan air bersih sudah kosong mlompong, suami pesan air galon isi ulang 8 pcs untuk mengisi bak mandi. Di penghujung malam, hujan deras turun. Suami pula yang menadahi air hujan di ember untuk stok. Kalau ngga kepepet, saya tentu menolak menggunakan air hujan yang jelas tidak bersih, tapi menurut suami air hujan pun berkah, insyaAllah bersih setidaknya untuk siram-siram closet. Semalam, akhirnya saya bisa mandi. Alhamdulillah.
Karena persediaan air bersih sudah kosong mlompong, suami pesan air galon isi ulang 8 pcs untuk mengisi bak mandi. Di penghujung malam, hujan deras turun. Suami pula yang menadahi air hujan di ember untuk stok. Kalau ngga kepepet, saya tentu menolak menggunakan air hujan yang jelas tidak bersih, tapi menurut suami air hujan pun berkah, insyaAllah bersih setidaknya untuk siram-siram closet. Semalam, akhirnya saya bisa mandi. Alhamdulillah.
Efek keringnya air ini pun kemana-mana. Karena saya tidak lagi memasak -dapur acak adut bikin malas menyentuhnya- membuat kami lebih boros. Makan di luar setiap buka puasa. Oiya momen ini bertepatan dengan bulan puasa, aaah kebayang kan beratnya menjalani hari-hari *versi saya yang lebay*. Sahur dengan makanan cepat saji, tinggal goreng. Sudah ngga kepikiran lagi makan sehatnya, yang penting makan dulu, hiks.
Semoga 'badai' ini segera berlalu. Terlintas dalam benak saya, seperti inikah masa depan nanti ketika bumi kehilangan air dan udara bersih akibat pencemaran alam? Ketika itu tiba baru kemudian manusia menyesal, karena tak pandai merawat buminya dan justru merusaknya sedikit demi sedikit. Jiaaah topiknya jadi melenceng ke isu lingkungan -___-
Tapi btw ini real. Akan mengerikan hidup tanpa udara dan air bersih, dan itu cepat lambat akan terjadi jika kita sebagai manusia tidak menjaga bumi dengan baik.
Dan terakhir, terima kasih suami yang selalu selalu selalu positif dan sabar menghadapi istrimu ini :")
No comments:
Post a Comment