Pages

Wednesday, 10 June 2020

Mengapa Berhenti dan Kembali Menulis?

Dalam situasi pandemi (saya akan menulis secara khusus tentang ini nanti, PR 1), saya merasa lebih stress dari biasanya. Bukannya saya mau self diagnose bahwa saya sedang depresi, tapi nyatanya saya mengalami masa yang berat akhir-akhir ini.


  • Emosi tidak stabil, seringnya tak terkontrol, sehingga mudah marah oleh hal-hal kecil.
  • Mudah sedih, khawatir, menangis tiba-tiba.
  • Tidak punya semangat untuk beraktivitas, biasanya bahkan menonton drama atau baking berhasil mengalihkan kebosanan, kali ini saya benar-benar tak ingin melakukan apapun.


Kasian suami dan anak-anak yang menjadi "korban" ketidakstabilan emosi saya.

Dari beberapa bahan bacaan, saya pahami ada banyak penyebabnya. Tapi kali ini saya mau fokus pada solusi untuk memperbaiki diri. Sebelum harus membutuhkan pertolongan profesional, saya melakukan ikhtiar sendiri terlebih dulu, salah satunya menulis.

---

Saya buka kembali akun blogger ini, banyak onggokan draft yang belum selesai ditulis, atau sudah selesai tapi isinya tak lebih dari shitpost keluh kesah ini dan itu, yang menurut saya tak layak publish. Saya hampir memulainya lagi di akhir tahun 2019 yang lalu, tapi belum bisa sekonsisten tulisan saya di tahun 2014-2016.

Saya berhenti menulis total setelah tulisan terakhir tentang milestone perkembangan kakak Naifa di usia 5 bulan. Dan kemudian seketika memori berputar ke masa-masa itu, mengapa saya berhenti menulis saat itu ya?

---

Saya hamil anak kedua di saat kakak masih berusia sekitar 8 bulan.
Kehamilan yang tidak diduga (mungkin akan jadi tulisan tersendiri kelak. PR 2) yang mengubah saya begitu banyak. Sesungguhnya bisa jadi itu hanya sekadar alasan untuk menutupi kemalasan saya di titik nyaman sekarang.

Jadi pada akhirnya saya berupaya kembali menulis.
Saya ingat perjalanan hidup yang bahkan sedari kecil sudah biasa saya tuliskan, dulu dalam diary cantik bergembok, notes Facebook -yang sudah saya deactivated- hingga blog ini. Tulisan-tulisan inilah yang jadi saksi naik turunnya hidup saya, indah sedihnya momen yang saya lewati, sekaligus cara saya mengasah otak agar tidak berhenti berpikir. Mari kita mulai pelan-pelan lagi ya, Nana.

No comments:

Post a Comment