Pages

Saturday 9 May 2015

Pluviophile Yang Menyukai Petrichor

Sore ini hujan.

Saya baru saja sampai di mess ketika air mulai deras menghujani tanah. Ketika kebanyakan orang berlarian tak berarah mencari tempat berteduh, saya dengan santai berjalan, membuka tangan (tidak sedikit lebih lebar karena malu, seolah-olah seperti adegan film india saja) menikmati tiap tetes air hujan. Kepala saya tetap kering karena safety helmet masih kokoh melindunginya.
Petrichor.
 
Saya hirup sepuasnya petrichor sore itu. Segar. Petrichor adalah istilah untuk menamai aroma khusus yang muncul ketika hujan. Saya menyukainya. Sangat. Aroma yang dibuat bersama-sama oleh tanaman, tanah, dan awan. Saat hujan pertama kali membasahi tanaman kering, ia akan mengeluarkan sejenis minyak yang membuatnya berbau khas. Begitupun tanah yang mengeluarkan senyawa kimia dari bakteri tanah Actinomycetes yang terlepas ke udara ketika basah. Dan awan pun tak ketinggalan berpartisipasi menyambut datangnya hujan dengan aroma ozone-nya. Kata para ahli, selama hujan petir, kilat memecah molekul oksigen dan nitrogen di atmosfer yang akhirnya menjadi nitrit oksida. Substansi inilah yang berinteraksi dengan zat kimia lain di atmosfer untuk membentuk ozone, yang memiliki bau tajam yang mirip klorin. Subhanallah.

Saya memang pecinta hujan. Sebut saja saya seorang pluviophile, entah ini masuk dalam kategori gangguan kejiwaan atau bukan, tapi saya menyukai hujan. Menikmati waktu-waktu ketika langit membasahi bumi dengan cara indahnya. Semua kegalauan yang identik muncul saat hujan bisa dijelaskan dengan ilmiah rupanya. Berikut saya kutip dari artikel yang di temukan oleh mesin pencari masa kini.
 
"Ketika hujan dan cuaca menjadi mendung, apalagi jika berada di dalam ruangan, tubuh terutama mata akan menerima cahaya jauh lebih sedikit dibandingkan ketika cuaca cerah. Sedikitnya cahaya yang masuk ke mata akan diterima sebagai sinyal oleh otak dan melewati bagian otak yang disebut Hipothalamus. Bagian ini bertanggung jawab mengontrol beberapa proses seperti tidur dan mood. Ketika mencapai hipothalamus, sinyal akan diteruskan ke Glandula pineal yang dalam kondisi kurang cahaya seperti hujan dan mendung akan memproduksi banyak hormon Melatonin. Melatonin inilah yang mendorong seseorang menjadi lebih tenang.
Di sisi lain ketika hujan turun dan langit menjadi lebih gelap, kulit manusia mendapatkan lebih sedikit cahaya matahari menyebabkan vitamin D di dalam tubuh menjadi sedikit. Rendahnya level vitamin D ternyata mempengaruhi level Serotonin di dalam otak. Serotonin adalah protein pembawa sinyal (neurotransmitter) yang bertugas meneruskan sinyal dari sel syaraf ke sel target. Selain bertanggung jawab pada pengaturan mood, Serotonin juga memegang peranan dalam proses mengingat. Ketika hujan, mendung dan lingkungan sekitar menjadi lebih gelap, Serotonin dapat mengalami penurunan level sehingga mood akan berubah dan orang akan cenderung menjadi mellow."
 
Tahun ini seingat saya hujan belum pernah absen cukup lama, sejak awal bulan hingga menjelang pertengahan tahun pun ia tak lelah hadir bersama kawanan awan gelap. Ada kalanya mereka tak mengharap hujan turun, mereka yang bergantung pada sinar matahari, termasuk juga karyawan tambang, jajaran manajemen lebih tepatnya. Kami justru menyukainya, kadang. Hujan, adalah saatnya operator unit istirahat sejenak karena dump truck-nya tak akan sanggup melawan tanah basah. Terlalu berbahaya. Begitu pula dispatcher yang sejenak mengistirahatkan matanya dari monitor dispatch sejenak karena tak ada aktivitas operasional apapun di lapangan hingga hujan reda dan proses slippery berakhir.
 
Di luar itu, apapun kondisinya, saya tetap suka hujan. Apalagi jika hujan itu datang bersama kehadiran kamu :)

1 comment:

  1. Jugul yang menarik 👍, baru tau juga selama ni kalo aroma dari tanah yang dibasahi hujan setelah panas yang berkepanjangan namanya petrichor.

    ReplyDelete