Malam kemarin, saya dan suami (bukan kawan aneh lagi sebutannya) bertamu mengunjungi rumah Mang Cepi, adik (paling bungsu) ayah mertua. Tujuan utamanya mengembalikan barang-barang yang suami pinjam untuk prosesi lamaran dan akad yang lalu (kotak seserahan, jas, dan kemeja). Nilai tambah hasil kunjungan itu yang berharga: (sebut saja) suah nasehat pernikahan.
Jarum jam sudah hampir menunjuk angka 9 ketika kami tiba di komplek pesantren Al-Bayyinah, daerah Sanding. Malam itu kota Garut lebih dingin dari biasanya tapi bagi saya obrolan kurang lebih 2 jam mampu memberi resistansi pada tubuh melawan hawa dingin. Jadi inilah ringkasan (sebut saja) nasehat pernikahan ala Mang Cepi dan istrinya Bi' Kiki.
Mang Cepi mengawalinya dengan menceritakan ulang isi sebuah hadist yang menyatakan ketika dua orang, laki-laki dan perempuan, memutuskan menikah, mengikat janji suci melalui ijab qobul, maka pada saat itu seluruh malaikat berkumpul. Apa yang dilakukan malaikat? Separuh malaikat bersukacita bahagia merayakan penggenapan separuh ibadah umat manusia tersebut. Sedangkan sisanya, menangis. Menangis khawatir dan takut untuk kaum laki-laki yang sedang berikrar ijab saat itu. Saya coba mencari referensi pendukung dan memang sah diriwayatkan pada saat ijab terucap, Arsy-Nya berguncang karena beratnya perjanjian yang dibuat oleh mempelai pria di depan Allah, dengan disaksikan para malaikat dan manusia.
Janji yang dimaksudkan dalam ijab qobul adalah tanggungan dosa-dosa istri yang otomatis dibebanka pada suami. Dosa apa saja yang istri lakukan, kecil besar disengaja tidak disengaja. Begitu beratnya tanggungjawab suami itulah yang membuat separuh malaikat menangis, karena bahkan untuk menanggung dosa istri dan anak-anaknya, dosa dirinya sendiri pun belum tentu bisa dipikul oleh pria itu. Itulah amanah.
Lalu, sebagaimana hak istimewa seorang istri yang dosa-dosanya ditanggung suami, maka ia juga harus menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan penuh taat pada suami. Pantang bagi istri untuk menolak permintaan suami, apapun itu, -dengan catatan permintaan tersebut tidak bertentangan dengan perintah agama-. Mang Cepi tidak sedang mengkonfrontasi isu keseteraan gender yang sedang booming di era sekarang. No, it's different. Kita sepakat tentang keseteraan hak asasi manusia, tapi jangan lupa hak selalu dibarengi dengan kewajiban yang juga harus disejajarkan. That's why ketika bicara tentang peran suami dan istri dalam hubungan pernikahan harus dilihat dari berbagai sisi.
No comments:
Post a Comment