Pages

Monday 16 May 2016

Mantan.

Topik sensitif dan cetaaar.
Tapi karena saya orangnya ngga bisa kalau memendam sesuatu, jadilah tulisan ini. Maafkan saya jika ada pihak-pihak yang tersinggung. Seriously, itu murni buah pemikiran dari hasil diskusi saya-suami, dibumbui "drama" pemikiran sendiri.


Kemarin weekend, saya ikut acara reuni suami bersama teman-teman sekelasnya waktu kuliah, yang kompak dan gila, Design Engineering B - Polman. Acaranya di Resort Gili Tirta Kahuripan. Lokasi resort terletak di kota Purwakarta. Mengapa Purwakarta? Karena, salah satu agenda lainnya ke kota ini adalah, mendatangi resepsi pernikahan seorang kawan mereka yang kebetulan juga adalah mantan pacar suami. Eaaa...


Saya belum berkenalan secara pribadi dengan Diana, straight to the point state the name. Tapi saya sudah sedikit banyak mengenalnya dari cerita-cerita suami. Iyaaa, suami suka ceritain kisahnya dengan mantan-mantannya (noted: lebih dari satu hehehe). Terakhir, sebelum kita akhirnya menikah, dia memang punya "kekasih" yang sudah empat tahun lebih pacaran dari masa kuliah bahkan setelah suami merantau kerja di Kalimantan. Kisah mereka berdua -mengutip kata suami- adalah legenda DE Polman. Semua orang tahu dan mendukung. Bahkan ketika putus pun, seluruh dunia bertanya-tanya mengapa, memberi kesempatan mereka untuk rekonsiliasi. Banyaklah kisah yang diceritakan suami tentang siapa Diana, yang tak mungkin juga saya tulis di sini semua.


Kira-kira bagaimana perasaan saya menerima semua cerita itu? Saya tidak marah. Karena saya juga berada di posisi yang sama sepertinya. Setidaknya itu yang saya rasakan yaa. Sebelum saya bertemu suami, saya pun punya partner yang putus hubungan sebulan sebelum anniversary kita di usia ke-empat tahun. Dan buat saya, itu pertama kalinya saya menjalin hubungan dengan seseorang. Kalau boleh dibilang kisah kami pun mirip kisah ftv dengan judul "dari diskusi dan organisasi, kami menjalin kasih". Haha. Pun saya kira, kisah kami jadi legenda sendiri di kampus. Semua orang tahu, bahkan dosen dan rekan kerja juga. Kami pernah melewati masa-masa kerjasama berdua, bukan hanya atas nama pacaran, tapi banyak hal yang kita lakukan bersama: organisasi, diskusi, kompetisi. Maka saya lebih suka menyebutnya partner ketimbang pacar karena saking cocoknya saya merasa nyambung mengobrol apapun bersamanya. Dulu.


Dari pengalaman saya-suami inilah, saya boleh bilang, bahwa di situlah kita sadar misteriusnya cara Allah membuat seseorang berjodoh. Saya-suami adalah orang yang tak mungkin saling berkenalan sebelumnya, mengingat karakter kami yang jauh berbeda. (Apalagi setelah menikah, jadi makin kelihatan bedanya) Tapi kemudian Allah membuat saya dan dia menjadi sepasang suami-istri untuk menyempurnakan ibadah kami. Bertahun-tahun kami habiskan dengan orang yang akhirnya tidak menjadi jodoh kami. Kata orang, pacarannya sama siapa nikahnya sama siapa.


Sejak awal, saya-suami saling bertukar cerita, siapa diri kita termasuk dengan kehidupan masa lalu kita. Itu artinya, cerita tentang mantan pun menjadi salah satu topiknya. Kami bercerita tanpa menjelek-jelakkan mantan, apa adanya yang kita lalui di masa lalu menjadi pengakuan yang melegakan. Dia tahu siapa Rafsan, pun saya tahu siapa Diana. Tidak jarang kami suka bercanda soal mantan masing-masing untuk menutupi rasa cemburu-cemburuan yang pasti ada hehehe.


Mantan adalah bagian dari sejarah kehidupan. Tidak bisa begitu saja dihapus, karena keberadaannya (pernah) memberi arti dan berjasa membentuk kita menjadi orang yang seperti sekarang. Kehadirannya adalah pengalaman. Mengingatnya bukan sebuah kejahatan, karena itu bagian dari pembelajaran. Uniknya Allah memberikan jodoh di waktu, tempat dan orang yang tepat itulah yang saya syukuri kemudian. Seperti mengendarai sepeda motor, melihat spion ke belakang perlu dilakukan sesekali sebagai bentuk kewaspadaan berlalu-lintas, tapi kita tak mungkin terus melihat spion selama berkendara bukan? Yang ada kita malah nabrak kendaraan sana-sini. Tujuan melihat masa lalu adalah untuk menghadapi masa depan.


Kalau versi saya, mantan itu sebuah noun, yang tidak bisa diikuti dengan adjective. Tidak ada dalam kamus saya: mantan jahat, mantan baik, mantan terindah, mantan terburuk. Mantan is just mantan. Hanya sebuah kata benda. Tidak ada kata sifat yang menerangkannya karena kisahnya sudah usai. Mengingatnya bukan berarti memberi predikat padanya.


Buat yang masih belum bisa move on dari mantan: It is okay for a while but it is suck when it goes forever. You should take your self move from her/him. Maybe it is the way of Allah shows you who the right person, soon. Don't ever ask more "why" because you will never get the right answer, it is just a piece of small puzzle to complete your whole of life. Move up!

No comments:

Post a Comment