Ini kisah perjuangan pertama kami.
Mulai sekarang mungkin saya harus lebih sering menulis tentang kami, daripada tentang saya atau dia. Kami, artinya segala sesuatu yang menyangkut tentang saya dan dia, bukan masing-masing.
Mulai sekarang mungkin saya harus lebih sering menulis tentang kami, daripada tentang saya atau dia. Kami, artinya segala sesuatu yang menyangkut tentang saya dan dia, bukan masing-masing.
Tinggal di Batu Kajang, dengan jarak tempuh waktu perjalanan darat 5 jam plus perjalanan laut 15 menit sampai 1 jam (tergantung media transport-nya), adalah hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Begitu pula bertemu jodoh di jobsite, hal yang mustahil buat saya dulu. Hal yang sama dia pikirkan juga. Pasti tak terlintas dalam bayangannya sedikit pun, berjodoh dengan perempuan seperti saya. Tapi sekali lagi, jodoh itu misterius, caranya waktunya siapanya adalah misteri Allah yang disimpan hingga Dia ridho memberinya.
Barang pertama kami adalah sebuah motor matic modif sana-sini, berwarna merah putih, keluaran tahun 2009, tapi masih dalam kondisi mulus dan elegan karena pemilik lamanya merawat dengan sangat baik. Kami membeli dari seorang pecinta motor, bapak sekaligus salah satu atasan plant sectionhead, motor yang punya kenangan buat sahabat saya Chika karena dulu mereka pernah jatuh dari motor itu bersama hahahaha.
Hari Kamis, 14 Mei 2015, serah terima motor dan seperangkat administrasinya: stnk, bpkb, dan yang paling penting kunci motornya, plus bonus helm. Sejak itu, setidaknya kami tak perlu bingung mencari pinjaman motor kalau ingin mencari sesuatu di 'kota'.
Seminggu kemudian, 21 Mei 2015, rezeki lain kami dapat. Membangun karir dan rumah tangga di sini memang bukan impian kami, hal yang kami sepakatkan bersama sejak awal. Tapi setidaknya kami butuh tempat singgah setelah status kami berubah nantinya. Jelas dia akan marah, kalau saya tetap memilih tinggal di Mess Asoka, berjauhan darinya yang tinggal di Mess Mahakam 9. Kami memutuskan mencari rumah kontrakan, yang bisa disewa bulanan, selain agar tak berat membayarnya, ini adalah bentuk antisipasi ketika salah satu dari kami harus segera meninggalkan site. Berdasarkan pengalaman orang-orang, mencari rumah di Batu Kajang pun sesulit mencari hunian di kota besar, jadi sejak jauh-jauh hari kami memutuskan mencari.
Kami start pencarian hari Senin 18 Mei, saya sampai harus izin turun ke 'kota' menjelang jam istirahat. Malamnya kami masih belum menyerah untuk mencari. Hasil pencarian hari pertama: NIHIL. Komplek rumah baru milik salah satu deputyproject kami, penuh. Padahal baru saja dibuka, dan memang bagus bangunannya meski akses kesananya masih jalan berbatu. Bayangkan yang akses rumahnya tidak cukup baik saja laku cepat disewa, apalagi rumah pinggir jalan, hopeless. Kalaupun ada rumah kosong yang disewakan, lokasinya masuk ke dalam gang dan rumah kayu bukan beton seperti yang kami harapkan.
Lanjut di hari kedua pencarian hingga hari ketiga masih nihil. Kami tak bisa lagi izin di jam kerja, karena masing-masing dari kami disibukkan dengan padatnya aktivitas. Dia dengan audit dan persiapan presentasi untuk workshop meeting minggu depan, saya dengan presentasi untuk penjurian nilai inti dan qcc, belum lagi menyiapkan data vicon yang seminggu sampai tiga kali diagendakan head office, ckckckckck. Semakin lelah.
Hingga di hari Kamis, kami akhirnya mendapat kepastian. Kalau jodoh memang semuanya akan dilancarkan. Kami berjodoh dengan sebuah rumah di komplek perumahan pama, komplit dengan AC dan parabolanya. Guess what, sejak awal dia ingin sekali rumah yang kami tinggali sementara di sini harus ber-AC. Maklumlah dia tidak bisa berlama-lama di tempat panas, beda dengan saya yang sudah terbiasa dengan hawa panas sejak kuliah di Surabaya. Dan doanya benar-benar dijabah Allah. Hahaha. Rumah itu padahal diincar banyak orang, juga belum dilepas sepenuhnya oleh penyewa sebelumnya, tapi siapa sangka begitu penyewa mengembalikan kunci ke pemilik rumah, keesokan harinya rumah itu sudah berpindah sewa ke tangan kami. Alhamdulillahirobbilalamin.
Kami pulang ke mess sore itu, plong rasanya. Meski masih tak percaya, saya sebentar lagi akan tinggal di luar mess bersama seseorang yang sejak dulu tak pernah terlintas dalam angan-angan sekalipun, orang yang kurang dari 4 bulan saya kenal. Semoga rumah sederhana ini memberi kenyamanan (sementara) tinggal di sini, sebelum kami membangun rumah impian sendiri di pulau Jawa.
Cerita ini akan membuat kami mengingat mengapa dan bagaimana kami memulai perjuangan hidup bersama. Kelak, saat kami beranjak tua, membaca tulisan ini rasanya akan menyenangkan.
Ready to fight together!
No comments:
Post a Comment