Pages

Saturday 19 September 2015

Mimpi Untuk Pustaka Merah Putih (2)

Menyambung tulisan panjang lebar yang ini, saatnya melanjutkan cerita mimpi. Boleh ya teman-teman saya sampaikan di sini... #izin
 
Sering kita mengobrol dari santai sampai serius tentang 'bobroknya' birokrasi politik, tapi diskusinya tak berujung pada solusi. We stop then. We think, we only need do better maximize our potential in our subject, do good thing for give positive impact. Done. Kemudian otak 'liar' saya berpikir, mungkinkah suatu hari kita membuat proyek sociopreuneur sendiri? Atau membuat sejenis kampung bina sosial ala kita? Atau terjun dalam masyarakat lewat produk yang bersentuhan langsung dengan mereka? Seharusnya bisa. Mereka di balik suksesnya Go-Jek, GrabBike, Indonesia Berkebun, Bank Sampah, Dompet Duafa, Indonesia Terang, dan masih banyak proyek lainnya digawangi anak muda, tak jarang freshgraduate, atau profesional berpengalaman. Coba cek makin menjamurnya bisnis sosial masyarakat di situs Social Entrepreneur Academy.
“Ketika terjadi kemiskinan yang marak dan ketidakadilan sosial, kewirausahaan sosial adalah jawabannya.” – Muhammad Yunus

Time flies, we are not student anymore, we have more power while we have enough money then. Mungkin yang sedikit kita punya saat ini adalah waktu dan kesempatan. Kita akan berjibaku lebih banyak pada pekerjaan, keluarga baru, dan kehidupan sosial masing-masing. But, everything is possible. Mungkin bisa. Mungkin juga tidak. Saya hanya tak pandai me-manage ekspektasi. Saya pikir kurang apa kita, engineer melimpah, mulai dari civil, industry, material, information, environment, chemical, marine, lain-lainnya ada. Banker yang berwawasan luas tentang ekonomi ada. Mengedukasi tentang life assurance juga bisa. Pemain proyek energi juga nyempil di sana, oil-gas atau mining. Mungkin yang belum ada dari orang kedokteran. Bisa diatasi, kalau salah satu dari kita menikahi orang yang paham kesehatan. Ha-ha.
 
Kemampuan komunikasi di atas rata-rata karena jebolan himpunan jurusan dan bem fakultas semua. Jiwa nekad-nya mungkin yang belum ada. Termasuk saya. Kalau ditanya setuju tidak setuju, semua mungkin seiya sekata *PEDE BANGET SIH NANA* tapi kalau ditanya siapa yang mau menginisiasi, kita garuk-garuk kepala menunggu someone bergerak. Memang harus ada leader. Pemimpin yang berjiwa motorist. Penggerak.
 
In the end of my this random humble opinion, I'd still give an honour to all of you, thank you for the partnership, nice to know you. Kaya rasa. Itulah kalian. Setidaknya grup Whatsapp jangan dimusnahkan, walau nanti kita pada akhirnya bergerak sendiri-sendiri dengan kehidupan tapi kita masih bisa berbagi 'isi kepala' dengan knowledge, information, experience, syukur-syukur bagi rezeki.
 
 
(^  .  ^v)
 
IG @nanabinhariyati

No comments:

Post a Comment