Pages

Wednesday, 10 February 2016

Pillow Talk: Bekerja di Remoted Area

Tulisan lama sekali yang ngendon di draft akhirnya bisa saya selesaikan. Semoga tidak ada yang tersakiti dengan membacanya karena saya menulisnya bukan untuk menyakiti seseorang.

---

Setidaknya kami selalu menghabiskan minimal setengah jam untuk mengobrol sebelum tidur. Topiknya beragam, bisa serius tapi lebih sering hal remeh berujung canda tawa. Kali ini, saya mau share obrolan kami tentang dunia kerja. Alhamdulillah, tiga tahun, kami sama-sama merasakan pengalaman bekerja yang menantang.

Mengapa saya sebut menantang? Padahal kalau dilihat-lihat pekerjaan yang kami lakukan "ya kitu-kitu wae" tapi sebenarnya di balik orang-orang yang bekerja di remoted area, ada pengorbanan yang mereka hadapi. Jauh dari keluarga, waktu berkumpul dengan kerabat/sahabat, suasana kota, makanan enak, dan momen berharga adalah setidaknya hal-hal yang harus direlakan karyawan tambang di tengah hutan atau engineer minyak yang hidup di tengah laut.

Ada sisi positif dan negatif yang akhirnya memberikan dampak pada para pekerja. Inilah resume versi saya dan suami:

1. Punya banyak uang dan waktu luang
Jujur mereka yang bekerja di industri itu dibayar dengan gaji yang lebih besar daripada mereka yang di kota. Saving money dalam jumlah lumayan karena semua fasilitas sudah tersedia, at least tidak perlu mengeluarkan uang makan, uang kos, uang laundry, uang bensin, dsb. Di sisi lain, selepas pulang kerja, mereka punya waktu yang lebih banyak.

Menyenangkan? Iya banget. Menyedihkan? Bisa jadi. Uang banyak tapi tidak bisa dinikmati begitu saja, menunggu cuti baru bisa jalan, makan enak, atau membeli barang. Waktu luang melimpah, tapi waktu untuk keluarga justru tak ada. Melewatkan momen anak berjalan pertama kalinya, sahabat menikah, bahkan tak jarang suami yang gagal menemani istri melahirkan.

Dan efek uang-waktu banyak bisa berakibat buruk pada sebagian karyawan yang tidak dewasa. Sedihnya, ada orang yang menghabiskan uangnya untuk foya-foya, terjebak pada harta wanita dan tahta. Youknowwhatimean, rite!

Beda cerita ketika waktu luang yang dimiliki dimanfaatkan untuk mengasah kemampuan olahraga, mendalami agama, aktif di kegiatan sosial. Tidak sedikit karyawan di sana yang justru menjadi orang lebih baik dari hal-hal postif tersebut.

2. Karir dan senioritas
Wohooo, mungkin topik ini bisa jadi sensitif bagi sebagian orang. Pekerjaan di job site biasanya mempunyai struktur organisasi yang luas dan manpower yang sangat banyak. Untuk menduduki posisi-posisi strategis, karyawan baik akan berusaha dengan kemampuannya, tapi bagi sebagian karyawan lain, usahanya terbatas pada hal-hal tidak etis yang licik, sebut saja: cari muka, menjatuhkan orang lain, bicara buruk, sabotase pekerjaan, menghasut, dsb.

Poin ini saya kira sudah marak terjadi di berbagai kantor. No wonder dan memang harus dihadapi. Cukup dengan memberikan yang terbaik dalam bekerja dan menjadi karyawan yang tidak seperti mereka adalah solusinya. Jangan membenarkan kebiasaan, tapi biasakanlah kebenaran. Itu saja.

3. Interaksi sosial
Bekerja di dalam hutan atau di tengah laut membuat kita berinteraksi dengan banyak tipikal orang. Kita berhadapan dengan banyak otak, kebiasaan, dan perasaan orang. Budaya yang berbeda juga mengajarkan how to deal with difference! Menarik tapi juga melelahkan. Karena saking banyaknya orang, komunikasi bisa jadi ruwet dan buruknya emosi cepat naik.

Pernah dengar anak buah memukuli bosnya? It real could happen there. Bukan aib yang ingin saya gembor-gemborkan, tapi pelajaran bahwa sebenarnya ada "ketidaknormalan" ketika bekerja di remoted area. Interaksi sosialnya berbeda dengan kehidupan normal orang lain di kota. Seorang dengan mental lemah, tidak akan mudah menjalani kehidupan sosial di sana.

---

Orang-orang seperti mereka memang harus ada, bekerja dengan pengorbanan semata-mata sebagai pengabdian untuk keluarga. Semoga siapapun kita lebih bijak menjalani pekerjaan tersebut. Tantangan dan risikonya harus dihadapi dengan dewasa, jangan terbawa arus apalagi menjadi bagian buruknya. Kasihan dan sia-sia. Sudah jauh meninggalkan keluarga, melewatkan waktu berharga, tapi ternyata tidak ada tambahan nilai dan kebermanfaatan yang dihasilkan selain uang.

Saya dan suami sepakat untuk tidak memilih jalan itu. Bolehlah kalau ada yang menyebut kami 'pecundang' -saya sendiri pernah mendengarnya begitu- tapi sejatinya ada banyak hal yang ingin kami raih dan hasilkan daripada hanya sekedar uang.

Sekian resume pillow talk saya dan suami. Semoga ada diskusi lain yang bisa saya tuangkan dalam tulisan. :*

No comments:

Post a Comment