Pages

Showing posts with label spiritual. Show all posts
Showing posts with label spiritual. Show all posts

Monday, 18 November 2019

Kamu Sedang Berdoa Apa Hari Ini?

Alih-alih memindahkan memori selama dua tahun terakhir dan berbagi pengalaman dalam hal mengurus anak, keuangan keluarga, dll di blog, saya sedang ingin menulis keresahan-keresahan hati pikiran ini.

Belakangan ini, keluarga kami sedang bahagia-bahagianya, lebih tenang, beberapa target akhirnya mendapat checklist tercapai, semuanya aman. Anak-anak sedang lucu-lucunya, sehat, ceria. Pekerjaan suami memang masih baru tapi dia suka cerita semuanya lancar, lingkungannya baik. Keuangan keluarga -yang biasanya jadi "momok"- juga lebih santai, dana darurat aman, dana pendidikan sudah mulai, setidaknya cukup untuk kakak Naifa masuk SD. 

Tapi dari semua nikmat yang Allah berikan itu, saya risau, bukan tak bersyukur ya, saya sangat sangat mensyukurinya setiap hari sampai rasanya selalu ingin menangis ingat kebaikan Allah. Namun di sudut hati itu, risaunya masih tak mau pergi juga.

"Gini nih, pernah ngga sih kalian merasa, kalau lagi pas bahagia-bahagianya tuh jadi takut semuanya akan diambil dan kesedihan itu datang?"

Tepat seperti itulah yang saya rasakan saat ini. Katanya hidup bagai roda, selalu ada dua sisi, saya terlalu bahagia sampai rasanya khawatir ketika ujian cobaan nanti datang rasanya akan sedih sekali. Astaghfirullah.

Menyambung ke judulnya.
Saya sekarang setiap berdoa hampir tak lagi meminta sesuatu yang spesifik, karena saya merasa cukup, saya cuma berterimakasih, dan meminta perlindungan.

Saya tak tahu jalan di depan akan seperti apa, saya minta ke Allah untuk dikuatkan apapun yang terjadi nanti, dituntun selalu di jalanNya. Jangan kemana-mana. Dalam keadaan bahagia atau sedih, dalam posisi di atas atau terpuruk, saya berdoa agar selalu diingatkan bahwa semua ini hanya titipan, hanya selewat. Saya takut, ketika saya menjadi orang yang lupa diri, terlalu bahagia sampai lupa berterimakasih, terlalu sedih sampai mengutuk takdirNya.

"Izinkan kami sekeluarga selalu bersama-sama, selama mungkin, dan pertemukan kembali kami di Jannah-Mu ya Allah."

--

Jadi doa kamu apa hari ini?
Jangan ragu meminta. Apapun jawaban Allah atas doamu hari ini, semoga kamu selalu bahagia. 🥰

Thursday, 24 November 2016

Pillow Talk: Hakekat Kehidupan

Sudah lama rasanya tidak lagi menulis sesuatu selain curhatan ala emak-emak akhir-akhir ini. #OOT Blog ini jadi saksi perjalanan menulis saya dari yang alay curhat remaja, sharing ide, uneg-uneg sosial politik, pengalaman spiritual, sampai ke topik pernikahan dan keluarga sekarang. Campur aduk kayak gado-gado, saya kalau ditanya niche blog ini apa, belum menemukan spesifiknya, judulnya saja Nana's World in Words, artinya semua-semua yang ada dalam dunia versi saya tertuang di blog ini.

Hari ini saya gatel mau mendokumentasikan obrolan saya dan suami beberapa hari lalu menjelang tidur malam. Pillow talk. Terakhir saya menulis topik serupa hampir setahun lalu, baca di sini.

Thursday, 23 June 2016

Sortir Isi Lemari Untuk Donasi

Welcoming you, Happy Ramadhan 1437H.
Meski ini postingan pertama di bulan Ramadhan, tapi sebenernya sudah setengah bulan terlewati, tepatnya saya menulis di hari puasa ke-17. Alhamdulillah bumil dan dedek bayinya diberi kekuatan menjalani puasa, semoga berakhir full di penghujung bulan :)

Barusan setelah nganter suami berangkat kerja, saya sibuk beberes kamar. Entah tiba-tiba mendadak rajin pagi-pagi, biasanya mah tidur lagi sampai matahari sudah naik hehehe. Hari ini saya udah niat banget mau bongkar lemari baju dan sortir semua isinya untuk dikeluarkan dan disumbangkan. Ide ini terinspirasi dari teh Angella Fransisca, yang pernah posting di Instagram-nya tentang #satumasuksatukeluarbyangie. Jadi ternyata, saya juga baru belajar nih, bahwa kelak di akhirat barang-barang yang kita miliki di dunia pun akan ikut dihisab oleh Allah, dimintai pertanggung-jawabannya digunakan untuk apa selama ini, sekecil seremeh apapun barangnya tak luput dari hisaban Allah. Jadi, kita harus belajar mengikhlaskan barang yang kita miliki, belajar tidak suka menumpuk-menyimpan barang padahal sudah jarang (bahkan tidak pernah) terpakai. Salah satu kisah sahabat Nabi yaitu Abu Bakar ra. yang terkenal kaya raya, ketika meninggal, ia sudah menginfaq-kan semua hartanya tak bersisa satu dirham pun. Apa kabar kita yang masih suka menyimpan baju, tas, sepatu lebih dari secukupnya? *introspeksi diri*

Dari nasehat itulah saya bertekad memulainya. Awalnya tidak mudah, lihat baju ini ah sayang motifnya bagus *padahal baju itu kalau dipakai lebih mirip daun pisang ngebungkus lemper, padet bantet, alias sudah tidak tepat ukuran* (-___-#). Bagian lain yang membuat berat adalah kenangannya, "kerudung ini pernah dipakai saat momen itu, duh ikhlas lepasin ngga ya" padahal jarang dipakai dalam keseharian sekarang. Dan yang tersusah adalah menyortir barang pemberian orang. Mukena, salah satunya. Sejak mualaf, entah sudah berapa orang yang memberi kado mukena pada saya, dengan berbagai motif, bahan, model, dan ukuran. Lucu-lucu, cantik-cantik, dan tentu masih baru. Tapi sayangnya mukena-mukena itu jadi menumpuk dan jarang dipakai. Saya punya 7 mukena yang sering saya pakai (bayangkan!). Empat pcs di rumah Bekasi, dipakai bergantian, salah satunya adalah pemberian suami sebagai mas kawin saat akad. Dua pcs di rumah Garut. Dan satu pcs di rumah Madiun, mukena pertama yang saya miliki, pemberian Chika di hari ulang tahun ke-25 :"). Nah dari sekian banyak mukena yang sering saya pakai, rupanya masih ada juga mukena yang belum sama sekali dipakai.

Barang-barang itu akhirnya hanya memenuhi lemari. Tidak mudah memang menyingkirkan perasaan keterikatan pada sebuah barang. Tapi bukankah tumpukan barang tersebut akan lebih bermanfaat bila digunakan oleh orang lain yang membutuhkan. Menyisihkannya bukan berarti tidak menghargainya justru karena barang tersebut bernilai maka didonasikan agar terpakai. Jadi pada akhirnya saya sengaja memilih barang-barang yang memang masih bagus, layak, dan bersih.

Wednesday, 2 March 2016

The Critical Age Versi Me

Halo pemuda-pemudi seperempat abad, atau menjelang atau baru saja melewatinya. Welcome to the club, twenties!

Rentang waktu umur 20-30 rasa-rasanya tidak sebentar, 10 tahun. Tapi begitu menjalaninya, terasa singkat. Bayangkan dalam 10 tahun itu, kita akan berurusan dengan pendidikan, karir, jodoh cinta, hingga keluarga. Too much complex isn't it? Pada masa kritis tersebut, kita dituntut mengambil banyak keputusan yang akan berdampak pada masa depan kita. Keputusan penting apakah itu? Check this out, put your eyes on it before face it if you dont meet it yet :)

Thursday, 31 December 2015

2015, WONDERFUL!

Allah memang Maha membolak-balik hati manusia. Ia Maha Mengetahui, hal-hal yang tak terpikirkan manusia, Ia tunjukkan dengan cara dan waktuNya, tugas manusia cuma pasrah, ikhtiar dan memohon doa ridhoNya.

2015, tahun yang luar biasa. Rekaman momen-momen berharga dari awal tahun hingga akhir tahun menjadi memori yang tidak akan terlupakan.

Awal tahun, setelah masa pencarian yang tidak sebentar, saya memberanikan diri, melawan ketakutan, memilih jalan cahayaNya, beribadah pada Allah SWT dengan cara yang seharusnya. Alhamdulillah mendapat banyak doa dan dukungan dari keluarga, teman-teman, rekan kerja. Bahkan ketika adik saya memilih untuk tidak menerima keputusan saya, Allah pada akhirnya membuka hatinya, meluluhkannya, membuatnya mengerti pilihan hidup saya.

Melewati 2014 yang kelam, ternyata Allah memang men-direct saya bertemu dengan jodoh terbaik di 2015. Lucu jika kembali diingat bagaimana kisah saya dan suami "saling menemukan". Siapa sangka jodoh saya adalah teman seangkatan FGDP yang tidak saya sukai di awal, yang keberadaannya tak pernah saya sadari. Alhamdulillah, sekali lagi Allah memberikan kemudahan. Empat bulan mengenalnya mampu meyakinkan saya, dia, dan keluarga kami ke jenjang pernikahan. Juni 2015 janji suci pernikahan itu dilangsungkan disusul acara bahagia resepsi di Agustus 2015.

Sekian bulan kami lewati bersama. Kami tak menunda kehadiran buah hati. Kami berikhtiar dan tak henti meminta. Namun Allah memang yang lebih tahu. Setelah menikah, setiap bulan ketika "tamu bulanan" datang, saya selalu sedih dan kecewa. Tapi siapa sangka di bulan Desember 2015, bertepatan dengan momen resign, di hari ulang tahun ke-26 saya mendapat kado manis dari Allah, sebuah testpack positif.


Dan hari ini, di akhir halaman 2015, baru saja saya melihatnya, meski kamu baru telihat sangat kecil, seperti biji salak i wonder, mungil. Pengalaman pertama ke dokter kandungan, malu-malu tapi penasaran. Masih berasa degdeg-annya waktu harus buka celana dalam karena kamu belum bisa diintip menggunakan USG normal. Baiklah mulai sekarang saya harus membiasakan diri, orang lain melihat jalan keluar kamu kelak dedek sayang :p #apasih #masihgeli

Saya tidak sabar menanti apa yang akan terjadi di 2016 nanti. Sesuatu yang lebih indah sudah disiapkan Allah. Saya akan menikmatinya, that roller coaster moment and feeling. Sungguh Maha Besar Allah, terimakasih untuk kesempatan ini, terimakasih. Izinkan orang-orang di sekitar saya merasakan kenikmatan hidup bersamaMu ya Allah.


---
Tulisan ini diketik jam sepuluh malam, ketika suara kembang api dan musik dangdut bersahutan di luar sana, tapi saya lebih bahagia mendengar suara dengkur suami yang nyenyak tertidur di sebelah. Welcome 2016, let's make it more wonderful.

Wednesday, 23 December 2015

Dream Home: Rezeki dan Kemuliaan Allah

Siapa yang percaya kekuatan-kekuatan lain di luar ikhtiar manusia? Mulut mungkin percaya tapi kadang hati memungkiri. Sudjiwo Tedjo, seniman antik yang khas dengan gaya tulisan nyentriknya, pernah berceloteh bahwa mengkhawatirkan besok makan apa saja sudah bentuk menghina Tuhan. Kasar tapi ada benarnya. Kita sebagai manusia, kadang tanpa disadari, sibuk mengkhawatirkan soal rezeki, menyimpan iri dengki, berbuat curang, bahkan mengerjakan hal-hal yang tidak halal atas nama rezeki, padahal Allah SWT jelas-jelas menjanjikan kecukupan rezeki. Ujian iman memang kadang tipis tak terasa tapi nyata.

Setelah menikah, saya belajar banyak dari suami tentang "keimanan". Salah satunya, mengimani segala sesuatu yang sedang kita lakukan, pintakan ridho Allah dan percayalah semua akan berjalan indah.
Kembali soal rumah, orang yang mengenal saya pasti tahu saya bukan orang yang berani ambil risiko, sering ragu takut rugi. Dan inilah kenekadan pertama saya. Membeli rumah tanpa modal uang besar. Tapi kami sangat yakin doa dan ikhtiar kami akan menjodohkan kami dengan rumah ini. Dan mulai dari sinilah berbagai kemuliaan Allah terjadi.

Percaya tidak percaya, hingga sekarang kami sanggup memenuhi cicilan DP bulanannya. Tipsnya: menyisihkan langsung gaji kami berdua di rekening berbeda. Di tulisan lain, nanti saya akan share "manajemen keuangan rumah tangga ala Nana", karena akan panjang dan ribet khas saya. Hihihi.


Dream Home: Modal Bismillah

Hari-hari ini saya resmi jadi "pengacara", pengangguran BANYAK acara. Status memang jobless, tapi ada saja kesibukan yang menyita waktu, tak sedikit yang sampai menyebabkan migrain kumat. Adalah, salah satunya soal menyoal rumah.
Mungkin ini akan jadi tulisan pengantar untuk seri tulisan lain selanjutnya dalam satu tema "DREAM HOME". Saya suka membayangkan sebuah rumah, tempat tinggal, yang tidak terlalu megah, desain minimalis, tapi hangat dan nyaman untuk tempat tinggal. Sebelum bercerita tentang rumah, saya mau tulis tentang sejarahnya. Unik, memang ya semua kejadian yang saya alami setelah menikah dengan orang unik ini tak pernah biasa, selalu luar biasa.

Dahulu kala, saat isu mutasi saya begitu santer, bahkan detil dengan perkiraan waktunya, saya dan suami sepakat mempersiapkan kepindahan kami ke Jakarta. Cuti menikah kami pakai untuk mencari rumah di sekitar kantor yang akan saya tempati. Berawal dari info teman suami, sebuah perumahan bernama Segara City belum dibangun, harga masih terjangkau, bahkan DP bisa dicicil dua tahun. Kami dengan semangat mengunjungi Kantor Pemasaran Damai Putra Group, selaku developer perumahan tersebut. Singkat cerita, kami tak cocok dengan perumahan SC ini, lokasi jauh dari kantor, akses jalan sempit dan susah.

Namun kemudian, Allah menunjukkan hal lain. Saat saya iseng melihat foto-foto di mading kantor pemasaran, saya menemukan pengumuman rumah ready stock di Kota Harapan Indah Tahap II. Dari sekian pilihan, suami dan saya sepakat memilih sebuah rumah 45/150, -tidak besar tapi luas- di Cluster Ifolia. Kami menyukai posisi rumahnya yang ada di ujung jalan. Akses jalan lebar mulus dan aman. Fasilitas perumahan jelas tidak diragukan, berada di salah satu area one stop living city KHI, kami makin excited. Malam hari itu, kami berburu pendapat agar kami tidak salah mengambil keputusan.

Ada yang bertanya soal harga? HAHA. Saya dan suami jelas sejelasnya tak punya uang untuk membayar lunas, bahkan DP-nya pun tidak sanggup. Uang di rekening kami saat itu sudah habis untuk biaya resepsi, tersisa sekian belas juta rupiah. 

Alhamdulillah, DP dapat dicicil enam bulan. Kami mulai hitung menghitung kemungkinan membayar cicilan DP setiap bulan dari gaji kami berdua. Bermodalkan Bismillahirrohmanirrohim kami sepakat memberi booking fee dan menandatangani surat perjanjian pembelian rumah.
...to be continued...

Saturday, 5 December 2015

My (Life) Trip My Adventure

Frekuensi ngeblog mulai menurun apalagi di hari-hari terakhir ini. Pardon me. Banyak yang ingin saya dokumentasikan via tulisan karena apa yang saya alami belakangan ini mengubah banyak hal.
 
Saya menunggu datangnya masa-masa ini.
Masa sulit tapi seru untuk dijalani.
Selalu ada masanya situasi yang serba cepat, waktu berkejaran dengan hal-hal yang harus dikerjakan.
Kadangkala 'dipaksa' mengambil keputusan di antara pilihan-pilihan yang sulit.
Mengabaikan lelah, memusatkan fokus, mengusir kekhawatiran, berusaha lebih keras demi....
"kebaikan-kebaikan yang kita yakini ingin kita kejar di masa depan"
LILLAHI TA'ALA
 
Semuanya diniatkan karena Allah SWT semata. Suami saya yang sering mengingatkan itu. InsyaAllah ketika niat baik ini menjadi pengiring keputusan-keputusan kita, semua akan dimudahkan. Dan kalaupun di tengah jalan muncul hambatan, maka disitulah kita akan naik kelas. Saya bersemangat setiap kali mengalami masa-masa seperti ini...
 
What's next? I'm passionately waiting for it...
 

Thursday, 16 July 2015

Book Review: Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Ah kembali lagi buku Tere Liye menarik hati saya untuk dibaca dan ditulis ulang review-nya. Saya jatuh cinta pada "khayalan" Tere Liye dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup.
 
Kesan pertama buku ini: ah kisah cinta picisan sepertinya, judulnya terlalu biasa. Tapi sekali lagi saya tertipu tampilan luarnya, buku ini jelas berbeda dari novel kebanyakan. Ia menceritakan tentang proses mencari tujuan hidup, menyiapkan kematian, menerima musibah, dan manfaat baik lainnya yang dibungkus rapi melalui cerita-cerita tokoh utama, Reihan atau Rey #spoiler.
 
Buku ini menggunakan alur maju mundur, lompat dari satu timeframe ke timeframe lain, kadang bahkan menceritakan tokoh lain dengan setting tempat yang sama di waktu yang berbeda. Harus jeli. Tapi semua itu justru menyenangkan, membuat kita menebak-nebak potongan puzzle yang cocok untuk merangkai satu gambar utuh. Begitu pula buku ini menceritakan sepotong-potong kisah untuk satu rangkaian cerita besar yang mengandung banyak jawaban hidup.
 
Sejujurnya saya sempat mendesah kecewa ketika menemukan setting salah satu cerita yang mirip adegan film India berjudul Mohabatten, dengan latar bangsal rumah sakit, perempuan-pria, anak-anak, dan balon. Di akhir buku, kisahnya berjalan cepat, sekian tahun kemudian, sekian tahun berlalu, tak terasa berjalan tahun-tahun berikutnya, dan kalimat sejenis yang menunjukkan adanya percepatan cerita.
 
Buku ini sebenarnya sangat religius namun tak kentara karena tidak menuliskan satu ayatpun secara terang-terangan seperti buku genre religi lainnya. Buku ini menceritakan tentang proses seseorang menemukan jawaban tentang keberadaan Tuhan, mendeskripsikan hubungan manusia dan Tuhan sebagai pusat dari segalanya, yang seringkali dirasa bertanya-tanya mengapa takdir hidup begini dan begitu. Jawaban hidup PASTI dijawab olehNya, tapi mekanisme jawabannya berbeda-beda cara dan waktunya.
 
Jika disuruh memberi rate pada buku ini, saya mimilih 4 out of 5 stars. It's worth!
dok. pribadi @nanabinhariyati

Friday, 19 June 2015

Nasehat Pernikahan Ala Mang Cepi (2)

Sebagai orang yang sudah kenyang 'asam garam kehidupan', Mang Cepi dan Bi' Kiki mengingatkan dinamika dalam sebuah pernikahan, terutama di setahun dua tahun usia pernikahan. Sekian bulan di awal pernikahan semua akan terasa indah, karena cinta yang bicara. Bersiap-siaplah karena indahnya cinta itu tidak abadi, namun justru di sanalah tantangan dan keseruan menjalani bahtera rumah tangga (apalah bahasa saya ini macam infotainment S*LET saja).

Beliau mengambil perumpamaan "yang membuat sakit adalah tertusuk tulang ikan, bukan tulang sapi". Hal-hal kecil yang nantinya justru menimbulkan masalah dalam rumah tangga, bukan perkara besar, bahkan kadang cenderung sepele. Bersiaplah dengan segala hal itu, nanti sejalan dengan waktu yang berlalu, masing-masing suami dan istri akan menjadi lebih dewasa dalam menyikapi masalah tersebut.

Lucu memang, nasehat ini diberikan tepat (tidak sengaja) ketika saya sedang 'ngambek' pada suami karena becandaannya (kebetulan) masuk ke hati, mengusik hati seorang wanita sensitif yang pada akhirnya membuatnya 'ngambek'. Durasi ngambek-nya saya sekarang lebih cepat, biasanya berakhir di atas tempat tidur atau ketika dia mulai merajuk membuat saya tidak tahan untuk memeluknya. 

Tulisan ini harusnya bisa selesai satu postingan, tapi saking berharganya nasehat-nasehat yang harus saya ingat, saya memutuskan untuk menulisnya dalam dua postingan beruntun. Saya tidak tahu bagaimana jalan yang akan saya hadapi kelak bersamanya, yang saya tahu saya tidak akan berhenti berusaha untuk melewatinya.

Untuk saya
Untuk dia
Untuk anak-anak kami


Lillahi ta'ala

Thursday, 18 June 2015

Nasehat Pernikahan Ala Mang Cepi (1)

Malam kemarin, saya dan suami (bukan kawan aneh lagi sebutannya) bertamu mengunjungi rumah Mang Cepi, adik (paling bungsu) ayah mertua. Tujuan utamanya mengembalikan barang-barang yang suami pinjam untuk prosesi lamaran dan akad yang lalu (kotak seserahan, jas, dan kemeja). Nilai tambah hasil kunjungan itu yang berharga: (sebut saja) suah nasehat pernikahan.

Jarum jam sudah hampir menunjuk angka 9 ketika kami tiba di komplek pesantren Al-Bayyinah, daerah Sanding. Malam itu kota Garut lebih dingin dari biasanya tapi bagi saya obrolan kurang lebih 2 jam mampu memberi resistansi pada tubuh melawan hawa dingin. Jadi inilah ringkasan (sebut saja) nasehat pernikahan ala Mang Cepi dan istrinya Bi' Kiki.

Mang Cepi mengawalinya dengan menceritakan ulang isi sebuah hadist yang menyatakan ketika dua orang, laki-laki dan perempuan, memutuskan menikah, mengikat janji suci melalui ijab qobul, maka pada saat itu seluruh malaikat berkumpul. Apa yang dilakukan malaikat? Separuh malaikat bersukacita bahagia merayakan penggenapan separuh ibadah umat manusia tersebut. Sedangkan sisanya, menangis. Menangis khawatir dan takut untuk kaum laki-laki yang sedang berikrar ijab saat itu. Saya coba mencari referensi pendukung dan memang sah diriwayatkan pada saat ijab terucap, Arsy-Nya berguncang karena beratnya perjanjian yang dibuat oleh mempelai pria di depan Allah, dengan disaksikan para malaikat dan manusia.

Janji yang dimaksudkan dalam ijab qobul adalah tanggungan dosa-dosa istri yang otomatis dibebanka pada suami. Dosa apa saja yang istri lakukan, kecil besar disengaja tidak disengaja. Begitu beratnya tanggungjawab suami itulah yang membuat separuh malaikat menangis, karena bahkan untuk menanggung dosa istri dan anak-anaknya, dosa dirinya sendiri pun belum tentu bisa dipikul oleh pria itu. Itulah amanah.

Lalu, sebagaimana hak istimewa seorang istri yang dosa-dosanya ditanggung suami, maka ia juga harus menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan penuh taat pada suami. Pantang bagi istri untuk menolak permintaan suami, apapun itu, -dengan catatan permintaan tersebut tidak bertentangan dengan perintah agama-. Mang Cepi tidak sedang mengkonfrontasi isu keseteraan gender yang sedang booming di era sekarang. No, it's different. Kita sepakat tentang keseteraan hak asasi manusia, tapi jangan lupa hak selalu dibarengi dengan kewajiban yang juga harus disejajarkan. That's why ketika bicara tentang peran suami dan istri dalam hubungan pernikahan harus dilihat dari berbagai sisi.

Ramadhan Pertama

Ini bulan Ramadhan serba pertama untuk saya:
  • Pertama kali menunaikan ibadah di bulan Ramadhan setelah resmi menjadi mualaf, kalau sebelumnya dilakukan dengan niat belajar sehingga tidak komplit ibadahnya, insyaAllah bulan ini akan dijalani dengan sempurna, puasa, shalat tarawih dan mengaji setiap hari.
  • Pertama kali melewati bulan Ramadhan dengan status baru, istri dari seorang suami yang baik, ganteng, dan paling utama taat ibadahnya. Saya jarang memujinya, kali ini spesial pujian tulus dari hati untuknya ;) . 
  • Pertama kali menjalani rangkaian ibadah di bulan Ramadhan bersama keluarga baru. Dengan perubahan status single to married, otomatis saya juga mendapat keluarga baru, keluarga mertua di Garut. Semalam, meski sebenarnya lelah habis perjalanan Garut-Bandung PP, tapi saya sangat bersemangat menjalani shalat tarawih. Adalah bapak dan mamah yang sabar memberikan informasi-informasi tentang shalat tarawih. Kami berlima (Bapak, Mamah, Neng Inge, suami dan saya) berangkat ke masjid depan rumah, shalat isya berjamaah dilanjut shalat tarawih (dan witir), 23 rakaat.
  • Pertama kali merasakan munggahan di tanah Sunda. Munggahan adalah tradisi Sunda yang dijalankan di hari pertama puasa sebagai bentuk rasa bahagia menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mamah sejak jam dua pagi (malam), sudah sibuk memasak menu andalan, ayam goreng bumbu (kesukaan Farid dan Neng Inge), tumis kangkung, dan menghangatkan beberapa menu makanan sisa acara syukuran tempo hari lalu: ayam kecap, ikan bakar, dan rendang daging.

Besok kami akan kembali ke hutan site, rekor serba pertama ini pasti akan berlanjut. Pertama kali menyiapkan menu buka dan sahur puasa untuk suami, pertama kali shalat tarawih di masjid Al-Kahfi Mess Mahakam, pertama kali mengaji bersama suami, dan lain sebagainya. Semoga Allah ridho memberi kesempatan berharga ini untuk kami hambaNya. Semoga semangat ini tak lekas padam dimakan waktu dan godaan setan. Semoga di bulan suci 1436 Hijriah dan seterusnya, kita senantiasa dikuatkan, dimudahkan menjalankan ibadah untukNya dan barokah. Aamiin ya robbal 'alamin.

Alhamdulillah
Alhamdulillah
Alhamdulillah
untuk semua nikmat yang sudah Kau berikan ini ya Allah...

Monday, 8 June 2015

Menikah? Ibadah, Amanah, Anugerah.

Rasanya seperti mimpi, saya menulis di sebelah seorang pria yang sedang tertidur pulas.

Setiap detil cerita kami berlalu begitu cepat, tapi ini nyata, buktinya saya bisa mendengarkan suara nafas tidurnya sekarang hahahaha.

Menikah dengannya adalah anugerah terbaik yang Allah berikan untuk saya. Siapa sangka seorang Farid Fawwaz Ikbar akan menjadi suami saya, orang yang tak pernah (dan tak mau) saya kenal sebelumnya. Dalam empat bulan setelah perkenalan pertama, sekarang tiba-tiba menjadi pendamping saya. Saya selalu tak bisa menahan air mata ketika mengucap alhamdulillah untuk anugerah ini. Allah begitu baik, sangat baik, menghadirkan sosoknya dalam hidup saya. Bagian yang membuat saya menangis bahagia di kalimat dzikir tersebut adalah Allah masih mau memberi kesempatan pada orang seperti saya, yang banyak melakukan dosa di masa lalunya. Subhanallah.

Saya selalu berdoa padaNya, ridhoi hidup saya ya Allah, tuntun saya terus senantiasa menjadi orang yang beriman, sekeras apapun caranya, seberat apapun jalannya, saya ingin tetap di sini. Saya pikir inilah kemudian cara Allah menjawab doa saya. Sejak akhirnya saya menyetujui untuk mengenal Farid dan mengizinkannya bertandang ke rumah, niat saya adalah karena Allah, demi Allah, untuk Allah. Saya yakin dia akan menjadi imam sekaligus pembimbing untuk saya, karena itulah yang utama saya butuhkan. Saya masih tak mengerti mengapa Farid dengan sangat yakinnya ingin menikahi saya bahkan di hari kedua kita berkenalan. Tapi saya mensyukuri itu, terimakasih ya Allah. Tak habis pertanyaan untuk mempertanyakan bagaimana kami bisa bersatu saat ini, yang kami yakini adalah kami memang berjodoh, insyaAllah.

Detik-detik ijab qobul -yang tidak biasa- kemarin masih terasa suasana haru, tegang, dan bahagianya. Allah melancarkan semuanya, alhamdulillah.

Kalau ditanya apa bahagianya menikah? Maka saya yang belum ada 2 hari menikah, cuma bisa menjawab, kamu punya teman mengobrol di atas tempat tidur, berbagi segala rasa, tanpa takut dosa, justru bernilai ibadah.

Percayalah, perjalanan setelah menikah memang tidak akan mudah, justru ini adalah sebuah amanah. Saya harus berusaha menjadi istri yang taat pada suaminya, Farid berusaha menjadi suami yang bertanggungjawab di mata Allah untuk istrinya.

Kita sama-sama belajar sebagai bentuk syukur untuk anugerah terindah hadiah dari Allah, yaitu menikah.

You got the point yet? No?
Maka beranilah untuk menikah dan rasakan sendiri. Kata Farid, menikah itu tidak berat, yang berat hanya satu, di awal ketika akan memutuskan menikah. First step is always the hardest :)

Terimakasih untuk semua doa dan ucapannya, semoga yang mendoakan dipermudah jalannya dalam menemukan jodoh.
Farid-Nana

Thursday, 28 May 2015

Cerita Ustadz di Suatu Siang

Mumpung saya ingat, dan saya belum sempat menulisnya. Sabtu 23 Mei 2015, setelah sholat dzuhur berjamaah di Masjid Office BIU1, ustadz baru (yang masih muda dan cakap) itu memulai ceramahnya. Salah satu yang saya sukai dari kehadiran ustadz baru di masjid office ini adalah, setiap hari ada cerita yang Beliau sampaikan, entah 15-20 menit tapi lumayan untuk menyegarkan rohani. Hari itu, dia mengawali cerita tentang seorang guru mengaji yang sedang mengajar muridnya anak-anak kecil membaca surat Al-Fathihah. Sampai di bagian:

"... shiratalladzina an’amta alaihim ... "

Muridnya tidak bisa melafalkan "alaihim", berulang kali diulang, mereka membacanya "alaihin". Sampai pada akhirnya sang guru kesal, dan mengatakan dengan keras, "baca alaihim yang terakhir sambil mingkem". Muridnya betul mempraktekkan apa yang gurunya minta tapi justru semakin salah, karena mereka melafalkannya menjadi "alaiheeemmm".

Saturday, 18 April 2015

Memulai Dengan Bismillah

Malam minggu kali ini cukup berbeda, akan jadi hari bersejarah kesekian dalam hidup seorang Nana.

Beberapa hari terakhir rasanya begitu kuat dorongan untuk menutup diri mengikuti perintah Allah untuk kaum hawa. Namun seperti yang lalu-lalu, memulai sesuatu yang baru dan berbeda selalu lebih berat. Ketakutan ini itu muncul. Dan rasanya semakin berat.

Maka ketika dua perasaan yang saling kontradiksi menyatu, hati ini terus menerus risau, susah mengungkapkan rasanya lewat kata-kata. Pada akhirnya hanya bisa menangis. Lemah. Wanita memang tak pernah bisa sepenuhnya menguasai perasaannya.

Hingga hari ini.
Diingatkan dari sebuah buku, bahwa Allah sangat mencintai hambaNya, manusia ciptaanNya, tak terbantahkan besar cintaNya pada umatNya. Lalu apa balasan manusia? Ibadah seadanya. Itukah bukti cinta? Jangan-jangan cinta manusia hanya sebatas kata dan baju saja, permukaan. Lalu, saya mengoreksi besar-besaran diri ini. Yakinkah saya sungguh mencintai Allah yang sudah dengan begitu baik memberi kesempatan hidayah?

Mendadak saya lebih takut ketika saya dipanggil menghadapNya dalam keadaan 'telanjang'. Tak tertutup karena aurat masih kemana-mana, meski hanya kepala atau separuh lengan dan kaki yang terbuka. Saya mau membuktikan cinta saya padaNya. Dalam sujud terakhir di atas sajadah, saya bisikkan pelan tapi kuat, "Ya Allah, kuatkan hamba ya Allah kuatkan kuatkan, hamba berserah hanya padaMu, sungguh hanya pada pertolonganMu". Bismillah.

Sunday, 5 April 2015

Saya, Makhluk Lemah

Manusia adalah selemah-lemahnya makhluk, yang hatinya sering jatuh tak berdaya pada segala macam penyakit hati.
Akal budi pikiran tak akan berarti tanpa hati nurani. Dan hati nurani yang mati hanya akan menyisakan penyakit hati.
Karena itu, hanya rahmat Allah yang menyelamatkan, kebaikan Allah yang melindungi. Mendekatkan diri pada Allah adalah satu-satunya jembatan untuk mengasah hati nurani.
Ikhlas memang tak semudah mengucapkannya. Memaafkan tapi tidak melupakan, sesungguhnya hanya soal belajar ikhlas. Sejauh mana hati bisa ikhlas menerima dengan lapang dada sekalipun otak masih mengingatnya.
Semoga Allah melindungi kita semua, menempatkan kita pada golongan orang yang ikhlas dalam berjuang untuk agama, dunia, dan akhirat.
*efek longweekend*
#akurapopo

Thursday, 26 February 2015

Waspadai Penyakit Hati

Kamis, 26 Februari 2015
---
Hari ini dari pagi sampai sore insight-nya saling berhubungan, mungkin memang itulah yang sedang Allah tunjukkan pada saya sekarang.
 
Pagi, tema P5M di Moco Section (yang pasti lebih dari 5 menit, ngga sesuai judulnya sama sekali) adalah "menghindari sombong hati". Akhir-akhir ini topik P5M memang sedikit berat tapi 'bergizi', jadi pasti dilahap habis.
 
Sombong dan perasaan sejenis itu adalah salah satu dosa yang kadang tanpa sadar kita lakukan. Mengembalikan niat hanya untuk ibadah pada Allah itu yang lebih sulit. Semua dari kita yang ikut P5M saat itu sepakat kita tak punya apa-apa untuk disombongkan, tak sedikit pun. Keberhasilan dan segala sesuatu yang kita raih adalah karena seizin Allah, jadi apa yang harus disombongkan? Perasaan sombong ini punya cabang dalam bentuk riya dan dengki, ketiganya adalah penyakit hati, section head saya pernah mengingatkan dalam sesi personal contact dengan beliau, bahwa kita harus waspada dan berusaha menghindari penyakit tersebut. Sayangnya, kadang rasa-rasa itu tak terlihat, terjadi sebelum kita menyadarinya.

Sunday, 8 February 2015

Musibah

Musibah diartikan mengalami suatu hal yang tidak mengenakan hati, sederhananya begitu. Mengalami sesuatu yang membuat dada sakit, hati sedih, air mata mengalir, semua itu terjadi sebagai sebuah musibah. 

Kalau dikelompokkan musibah terjadi karena:
  1. Mendapatkan apa yang tidak diinginkan
  2. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan
Beda tapi mirip ya.

"Tidak ada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan sudah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al Hadid: 22)

Berarti musibah datang memang dari Allah, lalu untuk apa? Bukankah musibah itu menghancurkan hati kita. Tapi kata Firman Allah tidak seperti itu. Musibah itu justru memberi hikmah:
  1. Menguji iman
  2. Mematangkan diri
  3. Memperingatkan manusia
  4. Mengobati hati
  5. Menyeleksi
  6. Memberikan pahala

Jadi bergembiralah, karena dengan mengalami musibah artinya Allah masih sayang kepada kita, dan Allah ingin meningkatkan harkat manusia tersebut.


"Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Semoga dengan musibah ini Engkau meningkatkan harkat diriku. Semoga derajatku lebih tinggi dan imanku meningkat."


=
Want the detils? Please read "Ya Allah Tolong Aku" written by A.K. High recommended book for you who feel the sadness in your heart, you're not alone.

Sunday, 1 February 2015

Jalanku Adalah Jalan CahayaNya

31/01/2015, Sabtu.

Hari ini mungkin akan jadi hari paling bersejarah sepanjang hidup seorang Nana. Perubahan besar terjadi di umur 25 tahun, seperempat abad, cukup terlambat tapi alhamdulillah rasanya Allah begitu baik menyayangi diri ini.

Terimakasih semua teman, rekan dan semua jama'ah Masjid Al Kahfi ba'da Isya malam ini. Jadilah saksiNya, ingatkan dan jagalah aku untuk terus berjalan di jalanNya.

Terimakasih ya Allah, Engkau benar-benar menunjukkan jalanMu. Semoga senantiasa dikuatkan.




"Karena sesungguhnya tiada tuhan lain selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah"

Tuesday, 30 December 2014

Sebuah Perjalanan Spiritual

Saya menulisnya bukan untuk mendiskritkan apapun, saya tak ingin menimbulkan gejolak apapun apalagi perselisihan di kemudian hari. Semoga bisa dibaca dengan kepala dingin oleh semua orang.

Saya pada hakekatnya mempercayai keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Dan saya termasuk orang taat yang tidak suka melanggar perintahNya karena saya percaya surga dan neraka itu ada. Kebesaran alam semesta ini tak mungkin muncul begitu saja, saya meyakini ada kekuatan Maha Besar di balik semua ini.

Jika diizinkan memilih orangtua saya pun tetap akan memilih orangtua yang sama, namun jika diperbolehkan saya ingin lahir sebagai seorang muslim. Mendalaminya sejak kecil, belajar mengenal Allah dan Nabi Muhammad sedini mungkin.

Prosesnya panjang, empat tahun kuliah mungkin bisa dibilang menjadi titik baliknya. Saya tak nyaman di lingkungan ibadah yang baru, saya tak menemukan apa yang saya cari, kebenaran. Justru saya semakin sering bertanya dan merasa janggal.

Saya mulai membaca dan mempelajarinya sendiri, saya melihat banyak teladan lewat teman-teman saya. Bahkan ada satu masa ketika muncul seseorang mengatakan hal yang kurang baik tentang teman-teman saya terkait dengan kepercayaanya, saya semakin merasa tidak nyaman.

Saya merasa semua yang saya lewati hingga umur 25 tahun ini adalah sebuah master piece dari Allah untuk saya jalani dan menemukanNya di waktu yang tepat. Saya meyakini kebenaran bahwa tiada tuhan selain Allah sendiri, dan semua Nabi yang diutusNya adalah manusia utusan Allah. Manusia yang diberi keberkahan khusus untuk mengingatkan umat kembali ke jalan yang benar, dan yang terakhir diutusNya adalah Nabi Muhammad.

Saya percaya.

Saya tapi tak cukup yakin memeluknya, keraguan dan ketakutan yang belum terjadi begitu membebani saya. Itu artinya saya belum cukup percaya pada kekuatanNya. Begitu saya pikir, saya juga masih bertanya-tanya untuk siapakah keputusan besar ini saya ambil, sungguh karena Allah kah atau ada campur tangan manusia di dalamnya.

Hingga cobaan bertubi-tubi itu datang, saya semakin ingin mendekat padaNya. Datang dengan cara yang Dia kehendaki. Iya, di penghujung akhir tahun 2014, saya pertama kalinya sholat. Luarbiasa rasanya. Tenang. Walaupun gerakannya masih sering salah, masih sering sambil buka buku, hingga buku saya basah karena air wudhu.

Keberanian itu ternyata membuat saya semakin yakin. Iya ini saya di jalan yang benar. Saya tak perlu takut. Saya melakukannya 4x sehari, alfa sholat dzuhur karena belum cukup berani melakukannya di depan orang.

Dari momen inilah kemudahan mulai ditunjukanNya satu persatu.

Awalnya saya begitu ragu saya mampu menghapal doa dan bacaan sholatnya, "ah ini susah sekali" begitu pikir saya. Tapi setelah saya dengan yakin mencobanya, otak ini serasa dibukakan oleh Allah dan dengan mudah kalimat demi kalimat itu saya hafalkan. Setiap hari saya menghapal satu bacaan. Saya terharu bahagia ketika pada akhirnya mampu menjalankan sholat dengan sempurna. :")

Ya Allah, kuatkanlah saya yang hina ini, saya hanya manusia biasa yang tak bisa menanggung beban ini seorang diri. Saya berserah pada kekuatanMu, hanya padaMu. Sungguh hanya untuk mendapat ridhoMu, saya ingin mengenalMu dan Nabi utusanMu lebih dekat lebih dalam lebih cinta.








-masih belajar dan akan terus belajar-
saya masih berharap bisa berhubungan baik dengan siapapun di masa lalu, siapapun yang dulu lebih lama mengenal saya, siapapun kalian mereka.