Pages

Wednesday, 23 December 2015

Dream Home: Modal Bismillah

Hari-hari ini saya resmi jadi "pengacara", pengangguran BANYAK acara. Status memang jobless, tapi ada saja kesibukan yang menyita waktu, tak sedikit yang sampai menyebabkan migrain kumat. Adalah, salah satunya soal menyoal rumah.
Mungkin ini akan jadi tulisan pengantar untuk seri tulisan lain selanjutnya dalam satu tema "DREAM HOME". Saya suka membayangkan sebuah rumah, tempat tinggal, yang tidak terlalu megah, desain minimalis, tapi hangat dan nyaman untuk tempat tinggal. Sebelum bercerita tentang rumah, saya mau tulis tentang sejarahnya. Unik, memang ya semua kejadian yang saya alami setelah menikah dengan orang unik ini tak pernah biasa, selalu luar biasa.

Dahulu kala, saat isu mutasi saya begitu santer, bahkan detil dengan perkiraan waktunya, saya dan suami sepakat mempersiapkan kepindahan kami ke Jakarta. Cuti menikah kami pakai untuk mencari rumah di sekitar kantor yang akan saya tempati. Berawal dari info teman suami, sebuah perumahan bernama Segara City belum dibangun, harga masih terjangkau, bahkan DP bisa dicicil dua tahun. Kami dengan semangat mengunjungi Kantor Pemasaran Damai Putra Group, selaku developer perumahan tersebut. Singkat cerita, kami tak cocok dengan perumahan SC ini, lokasi jauh dari kantor, akses jalan sempit dan susah.

Namun kemudian, Allah menunjukkan hal lain. Saat saya iseng melihat foto-foto di mading kantor pemasaran, saya menemukan pengumuman rumah ready stock di Kota Harapan Indah Tahap II. Dari sekian pilihan, suami dan saya sepakat memilih sebuah rumah 45/150, -tidak besar tapi luas- di Cluster Ifolia. Kami menyukai posisi rumahnya yang ada di ujung jalan. Akses jalan lebar mulus dan aman. Fasilitas perumahan jelas tidak diragukan, berada di salah satu area one stop living city KHI, kami makin excited. Malam hari itu, kami berburu pendapat agar kami tidak salah mengambil keputusan.

Ada yang bertanya soal harga? HAHA. Saya dan suami jelas sejelasnya tak punya uang untuk membayar lunas, bahkan DP-nya pun tidak sanggup. Uang di rekening kami saat itu sudah habis untuk biaya resepsi, tersisa sekian belas juta rupiah. 

Alhamdulillah, DP dapat dicicil enam bulan. Kami mulai hitung menghitung kemungkinan membayar cicilan DP setiap bulan dari gaji kami berdua. Bermodalkan Bismillahirrohmanirrohim kami sepakat memberi booking fee dan menandatangani surat perjanjian pembelian rumah.
...to be continued...

No comments:

Post a Comment