Pages

Showing posts with label dream home. Show all posts
Showing posts with label dream home. Show all posts

Wednesday, 27 January 2016

Dream Home: Nasihat Penting Untuk KPR-ers

Mendadak ingat ada beberapa detil yang belum tersampaikan di dua post sebelumnya. Jadilah di-resume di sini saja, anggap saja ini nasihat nenek untuk para KPR-ers.

  1. Harus sudah bekerja ya le... minimal setahun, dan jangan resign waktu mengajukan KPR, merepotkan orang saja!
  2. Catatan perbankan bersih. Mending ngga usah ambil kredit apa-apa dulu sebelum KPR, ataupun kalau ada sudah lunas. BI Checking bisa-bisa ngga lolos kalau punya catatan hitam soal utang piutang sebelumnya.
  3. Paling aman, cicilan KPR per bulan seminimalnya 20%-30% dari gaji. Kalau lebih gimana? Berdoa saja, kadang bank baik kok tetap mau mengabulkan permohonan kredit walau gaji pas-pasan, dikejar target mungkin si bank-nya.
  4. Sudah menikah jadi poin plus lho mblooo... walaupun bukan jaminan pasti kalau para single tidak bisa dapat KPR.
  5. Semua berkas yang di fotokopi, harus ada dan siap aslinya kapan saja dibutuhkan, terutama ketika akad.
  6. Tanyakan ke developer/penjual rumah soal surat menyurat rumah. Apakah ada sertifikatnya, aktenya, dalam bentuk pecahan per rumah atau satuan cluster. Penting! Tapi biasanya kalau bank sudah bekerjasama dengan developer, poin ini skip aja, mereka sendiri yang akan urus.
  7. Buku rekening yang dimasukkan sebagai dokumen syarat adalah rekening tempat gaji kamu masuk ya. Bank mau crosscheck transaksi dana keluar masuknya, bukan saldo terakhir. 
  8. Mengajukan KPR single income ternyata biaya lain-lainnya lebih kecil daripada double income loh, karena hitungan biaya asuransinya untuk satu orang aja.
  9. Kalau bisa DP lebih-lebihin dari 20%, coba main simulasi cicilan KPR (Konvensional/Syariah) di mari, makin besar DP makin enteng 10-15tahun ke depan.
  10. Rumahnya cari yang menjanjikan ya, bank juga menilai prospek investasi rumah, kalau kondisinya tidak oke lokasi entah berantah banjir atau di kaki gunung berapi, bank bisa saja menolak memberikan KPR.


Sudah itu saja dulu sepuluh nasihat nenek pada cucunya yang akan mengambil KPR.

Dream Home: Tentang KPR CIMB Niaga Syariah

Memenuhi janji di post sebelumnya ini, akhirnya saya menulis tentang produk KPR yang kami ambil untuk membiayai sisa pembelian rumah baru.

Dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk mengambil KPR Syariah dibanding KPR Konvensional, sekali lagi terimakasih mbak Tikawe dan mas Onos untuk pencerahan awalnya.

KPR Syariah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan KPR Konvensional dalam hal syarat administrasi dan proses kredit. Poin perbedaannya terletak pada cara menghitung biaya kewajiban. Karena menggunakan sistem syariah, maka prinsip peminjaman tidak menggunakan "bunga" melainkan pembiayaan berbasis jual-beli (murabahah). Bank membeli rumah pada developer lalu menjualnya lagi pada saya dengan keuntungan bank. Saya membeli dari bank dengan mencicilnya setiap bulan selama masa tenor. Ibaratnya jual-beli sayur di pasar, pedagang membeli sayur dari petani sebesar Rp 3.000,-/ikat kemudian dia jual ke pembeli seperti saya dengan harga Rp 5.000,-/ikat, pedagang tersebut mengambil untung Rp 2.000,- untuk seikat sayurnya. Prinsipnya bank/unit usaha syariah ini menentukan keuntungan di awal. Keuntungan ini disampaikan di muka ketika akad, jadi pembeli mengetahui dengan jelas dan pasti setiap nominal cicilan yang akan dibayarkan selama periode waktu yang disepakati.

Bagaimana bank/unit usaha syariah menghitung keuntungannya? Mereka punya perhitungan sendiri dengan menetapkan margin untuk menghitung keuntungan. Dalam hal ini, saya memilih produk KPR syariah dari unit usaha CIMB Niaga yaitu PKR iB CIMB Niaga. Dengan tenor 15 tahun, CIMB Niaga Syariah menggunakan margin 9,5% untuk 5 tahun pertama dan 13,99% sisa 10 tahun berikutnya. Marketing KPR-nya, Pak Dedy, sedari awal ketika menghubungi kami, sudah memberikan gambaran nominal cicilan dari bulan ke-1 hingga bulan ke-120 dengan simulasi beberapa plafon pinjaman. Dijamin tidak berubah di masa mendatang, karena tidak terpengaruh suku bunga BI.

Friday, 22 January 2016

Dream Home: Membeli Rumah Baru Lewat KPR

Finally, we are coming through this day.

Akad rumah!

Perjalanan yang panjang dan (sedikit) ribet tapi bukan hal mustahil untuk dijalani. See, berawal dari pengalaman NOL tentang perkreditan akhirnya terlewati juga masa-masa ini.

Special thank to blog-nya mb Tikawe yang sedikit banyak sudah menginspirasi kami di awal untuk belajar tentang KPR, utamanya KPR Syariah, baca di sini.

Sebagai suami-istri yang masih muda belia nan kece dan belum berpengalaman seperti kami :p -bahkan kartu kredit pun kami tak punya- maka belajar dan tidak malu bertanya adalah kunci keberhasilan melewati proses akad rumah. So, what's the steps? Saya mau berbagi pengalaman, dengan menuliskan prosesnya secara umum. Check it out!


Wednesday, 23 December 2015

Dream Home: Rezeki dan Kemuliaan Allah

Siapa yang percaya kekuatan-kekuatan lain di luar ikhtiar manusia? Mulut mungkin percaya tapi kadang hati memungkiri. Sudjiwo Tedjo, seniman antik yang khas dengan gaya tulisan nyentriknya, pernah berceloteh bahwa mengkhawatirkan besok makan apa saja sudah bentuk menghina Tuhan. Kasar tapi ada benarnya. Kita sebagai manusia, kadang tanpa disadari, sibuk mengkhawatirkan soal rezeki, menyimpan iri dengki, berbuat curang, bahkan mengerjakan hal-hal yang tidak halal atas nama rezeki, padahal Allah SWT jelas-jelas menjanjikan kecukupan rezeki. Ujian iman memang kadang tipis tak terasa tapi nyata.

Setelah menikah, saya belajar banyak dari suami tentang "keimanan". Salah satunya, mengimani segala sesuatu yang sedang kita lakukan, pintakan ridho Allah dan percayalah semua akan berjalan indah.
Kembali soal rumah, orang yang mengenal saya pasti tahu saya bukan orang yang berani ambil risiko, sering ragu takut rugi. Dan inilah kenekadan pertama saya. Membeli rumah tanpa modal uang besar. Tapi kami sangat yakin doa dan ikhtiar kami akan menjodohkan kami dengan rumah ini. Dan mulai dari sinilah berbagai kemuliaan Allah terjadi.

Percaya tidak percaya, hingga sekarang kami sanggup memenuhi cicilan DP bulanannya. Tipsnya: menyisihkan langsung gaji kami berdua di rekening berbeda. Di tulisan lain, nanti saya akan share "manajemen keuangan rumah tangga ala Nana", karena akan panjang dan ribet khas saya. Hihihi.


Dream Home: Modal Bismillah

Hari-hari ini saya resmi jadi "pengacara", pengangguran BANYAK acara. Status memang jobless, tapi ada saja kesibukan yang menyita waktu, tak sedikit yang sampai menyebabkan migrain kumat. Adalah, salah satunya soal menyoal rumah.
Mungkin ini akan jadi tulisan pengantar untuk seri tulisan lain selanjutnya dalam satu tema "DREAM HOME". Saya suka membayangkan sebuah rumah, tempat tinggal, yang tidak terlalu megah, desain minimalis, tapi hangat dan nyaman untuk tempat tinggal. Sebelum bercerita tentang rumah, saya mau tulis tentang sejarahnya. Unik, memang ya semua kejadian yang saya alami setelah menikah dengan orang unik ini tak pernah biasa, selalu luar biasa.

Dahulu kala, saat isu mutasi saya begitu santer, bahkan detil dengan perkiraan waktunya, saya dan suami sepakat mempersiapkan kepindahan kami ke Jakarta. Cuti menikah kami pakai untuk mencari rumah di sekitar kantor yang akan saya tempati. Berawal dari info teman suami, sebuah perumahan bernama Segara City belum dibangun, harga masih terjangkau, bahkan DP bisa dicicil dua tahun. Kami dengan semangat mengunjungi Kantor Pemasaran Damai Putra Group, selaku developer perumahan tersebut. Singkat cerita, kami tak cocok dengan perumahan SC ini, lokasi jauh dari kantor, akses jalan sempit dan susah.

Namun kemudian, Allah menunjukkan hal lain. Saat saya iseng melihat foto-foto di mading kantor pemasaran, saya menemukan pengumuman rumah ready stock di Kota Harapan Indah Tahap II. Dari sekian pilihan, suami dan saya sepakat memilih sebuah rumah 45/150, -tidak besar tapi luas- di Cluster Ifolia. Kami menyukai posisi rumahnya yang ada di ujung jalan. Akses jalan lebar mulus dan aman. Fasilitas perumahan jelas tidak diragukan, berada di salah satu area one stop living city KHI, kami makin excited. Malam hari itu, kami berburu pendapat agar kami tidak salah mengambil keputusan.

Ada yang bertanya soal harga? HAHA. Saya dan suami jelas sejelasnya tak punya uang untuk membayar lunas, bahkan DP-nya pun tidak sanggup. Uang di rekening kami saat itu sudah habis untuk biaya resepsi, tersisa sekian belas juta rupiah. 

Alhamdulillah, DP dapat dicicil enam bulan. Kami mulai hitung menghitung kemungkinan membayar cicilan DP setiap bulan dari gaji kami berdua. Bermodalkan Bismillahirrohmanirrohim kami sepakat memberi booking fee dan menandatangani surat perjanjian pembelian rumah.
...to be continued...