Oke, bukan kisah makan malam yg hendak saya ceritakan. Tapi sebuah PERISTIWA MENEGANGKAN yang sepanjang hidup ini baru saya rasakan. Awalnya tak ada niat berbagi cerita, terkesan lebay, tapi setelah mendapat banyak tanggapan positif, jadi mulailah saya tulis pengalaman tersebut. Semoga bisa meng’inspirasi’ dan memberi keberanian lebih pada kalian untuk berjuang melawan kebenaran.
Setelah belokan dari Galaxy Mall, menuju ITS melewati jalan Kertajaya, kami (aku dan Rafsan) terpaksa menghentikan sepeda motor karena sedang ada razia pelanggaran lalu lintas (bahasa kerennya TILANG). Kaget, syok, STNK ada, tapi SIM Rafsan sudah sejak lama tak berfungsi karena disitaPolisi pada tilang setahu lalu, dan dia hanya memiliki surat tilang yang sudah tak berlaku lagi. Terlintas keinginan utk kabur, tapi tak ada lagi jalan keluarnya. Akhirnya kami putuskan MARI HADAPI !
Setelah berbasa-basi sebentar dengan polisi pencegat, kami digiring ke tempat pencatatan pelanggaran, karena dinyatakan melaggar peraturan tidak membawa SIM. Seorang polisi muda memberi kami beberapa pertanyaan, dan mulai menuliskan sesuatu di SURAT MERAH. Dengan segala keberanian, Rafsan memutuskan untuk memula percakapan.
Sebelumnya, kami telah membagi tugas, Rafsan menghidupkan voice recorder di HP nya, dan sayagoogling tentang UU peraturan lalu lintas dan perbedaan SURAT MERAH SURAT BIRU di HP saya.
(bagi yg masih belum paham ttg SURAT MERAH SURAT BIRU, sabar ya. Ikuti saja dulu ceritanya)
Berikut percakapan kami yg telah saya ringkas demi kenyamanan bercerita :D
Polisi Muda (PM): Iya mas jadi ini jelas ada pelanggaran lalu lintas, bahwa pengendara tidak membawa SIM.
Rafsan (R): Iya pak, saya menyadari kesalahan saya bahwa saya tidak membawa SIM yg berlaku sebagaimana mestinya (poin pengakuan salah ini PENTING SEKALI)
PM: Berarti mas saya tilang ya? Bisa bayar denda sekarang atau nanti bayar di Pengadilan Negeri Surabaya tgl 3 Februari jam 11 siang, bagaimana mas?
R: *tarik nafas* (kumpulkan keberanian) Jadi begini pak, saya kan belum pernah mendapat pelajaran lalu lintas di mata kuliah saya, tapi saya sedikit tahu bahwa bila ditilang saya berhak mendapat SURAT BIRU.
PM: Oh ya memang benar (sedikit nyolot nadanya), tapi SURAT BIRU itu menyusahkan mas. Mas harus cari Bank BRI bayar di sana, lalu buktinya dibawa ke Polsek. Mending langsung bayar denda di sini aja.
R: Wah masa sih mas? Saya pernah baca, kalau SURAT BIRU itu prosedurnya bayar denda ke rekening yg ditentukan, bisa lewat ATM/BANK dan buktinya diserahkan ke Polsek terdekat.
PM: Mas nya kok ngomong kayak ngga percaya gitu sih sama Polisi, kalau SURAT BIRU itu harus bayarnya ke BANK BRI Kembang Jepun, cuma di sana aja, ngga bisa lewat ATM atau bank lain. (tambah nyolot nadanya)
R: Iya mas bukan saya tidak percaya pada Polisi (nada tetap kalem, sopan, jangan kepancing, sok YES aja) tapi saya kan MAHASISWA sedang belajar juga, saya hanya mempelajari apa yg saya ketahui dari artikel-artikel yg saya baca dan perkatan saudara saya yg juga Polisi, pak. Saya ini sedang merekam penjelasan Bapak ttg SURAT BIRU lho, pak. Kalau ada pernyataan yg berbeda bisa saya konfirmasi langsung pada saudara saya, dan UU yang ada. Mungkin suadara saya salah Pak, atau artikel saya salah. (sok-sokan merendah, aslinya sedang mengancam).
PM: *ada marah* Silahkan silahkan kalau mau merekam, memang benar kok, bayar denda SURAT BIRU itu hanya di BANK BRI Jepun, ngeyel mas’e (dalam Bahasa Indonesia: ngeyel = ngotot = bersikeras = keras kepala)
(tiba-tiba ada Polisi lain yang menyela, Beliau nampak lebih senior, kita sebut saja Polisi Tua)
Polisi Tua (PT): Ada apa ini mas? (lebih kalem dari PM)
R: Iya pak, jadi saya ini sedang meminta SURAT BIRU, karena saya MENYADARI KESALAHAN saya bahwa saya tidak membawa SIM, hanya membawa surat tilang yang sudah tidak berlaku saja.
PT: Iya mas, SURAT MERAH itu sebenarnya dibuat agar mas bisa berhadapan langsung dengan pihak berwenang karena pelanggaran yg mas sekarang.
R: Tapi saya juga berhak untuk meminta SURAT BIRU pak ketika ditilang, saya kan sudah mengakui kesalahan saya.
PT: Iya bisa bisa kok mas kami kasih SURAT BIRU, tapi mas nanti ribet yari tempat pembayarannya.
R: Saya pernah baca bahwa denda dari tilang SURAT BIRU bisa lewat ATM ke rekening tertentu, nanti bukti transfernya diserahkan ke Polsek terdekat, bukan begitu pak? Saya juga sedang belajar kok Pak, saya hanya ingin memperjelas pengetahuan yg saya dapat tentang pelanggaran lalu lintas.
PT: Oke oke begini saja, saya panggilkan Polisi Ketua Operasi malam ini saja ya. Beliau yg nanti akan memberi kebijakan dan penjelasan.
(lalu Polisi Tua itu mulai manggil-manggil nama bapak yang katanya adalah Ketua Operasi Tilang malam itu, lalu setelah ketemu, mulai bisik-bisik sesuatu, sampai akhirnya Polisi Ketua Operasi tersebut memanggil kami)
PKO: Mas tau kan ini melanggar peraturan lalu litas, tidak membawa SIM, hanya surat tilang yang sudah tidak berlaku. Segera diurus mas SIM yang berlakunya, lain kali jangan melanggar ya. Ini saya maafkan, mas boleh pergi.
R: Iya pak terima kasih, saya memang terbatas sekali informasi-informasi tentang administrasi pengambilan SIM setelah ditilang. Iya pak, SIM segera saya urus.
Kami akhirnya naik motor, tersenyum kepada para Polisi yg melihat kami, pamitan, dan pergi dengan perasaan senang dan lega luar biasa.
See? Polisi pada dasarnya takut pada orang-orang yg melek peraturan, kita berhak menuntut hak kita, jangan mau dibodoh-bodohi polisi. Peraturan lalu lintas dibuat semudah mungkin, hanya manusia pelakunya yg membuat semua itu menjadi ribet (mengutip dari pernyataan Rafsan)
Ketika ditilang, sebenarnya ada dua pilihan untuk pengendara yg melanggar, surat biru dan surat merah.
Surat biru adalah menerima kesalahan (artinya tidak perlu berdebat dengan hakim). Dengan surat ini pengendara tinggal bayar denda di rekening BRI yg bersangkutan, bisa langsung ke bank, bisa juga lewat ATM, max 1x24 jam. Setelah bayar denda resmi ke BRI, menyerahkan bukti pembayaran ke Polsek terdekat dg lokasi tilang sekaligus mengambil SIM atau STNK yang disita.
Surat merah artinya pengendara tidak terima atas kesalahan yang dituduhkan, dan diberikan kesempatan untuk berdebat atau minta keringanan kepada hakim. Biasanya tanggal sidang adalah maksimum 14 Hari dari tanggal kejadian, tergantung Hari sidang Tilang di Pengadilan Negeri bersangkutan. Pada akhirnya ada proses pembayaran denda di persidangan tersebut.
Pada dasarnya ketika memang melanggar peraturan, kita wajib menjalani proses sanksi-nya, tapi kita berhak untuk memilih jalan peyelesaiannya. Poin terpentingnya, JAUH LEBIH BAIK ketika ditilang, kita membayar denda pada negara, bukan pada kantong pribadi Polisi tersebut.
Mungkin judul tulisan saya ini sedikit lebay, tapi rasa deg-degan saat berdebat dengan Polisi-polisi itu itu masih terasa sampai sekarang. Kalau kita benar, siapa takut? ^^
Jangan takut ketika ditilang, jangan terpancing emosi, santai. Perbanyak baca informasi tentang hal-hal seperti ini. Bermanfaat kok. :)
#JustShare
Selesai menulis, tidur :)
oooo.... baru tau ada surat biru..... SOP nya polisi: kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah....
ReplyDeleteWah..keren nich..baru tau ku..sumpah dech..ini bakal bermanfaat banget...setelah sebelumnya saya nyari mengenai peraturan tentang HELM, ini dapat tambahan ilmu...
ReplyDelete