As usual, it kinda an insomnia syndrom, still my (boardinghouse) room.
Inget janji saya berbagi cerita tentang "Golongan Menengah"?
Akhir-akhir ini,saya sering mendengar kelas menengah sering disebut-sebut dalam banyak artikel, topik berita, talkshow, dan buku-buku non fiksi.
Siapakah mereka yang disebut orang-orang kelas menengah? Sadarkah kamu, iya kamu, bahwa mayoritas dari kamu adalah golongan menengah?
Kamu yang rela mengantri untuk membeli tiket konser SuJu atau Lady Gaga(l), kamu yang ber-modem dan rajin ber-social network lewat gadgetmu, kamu yang sempat menonton Avengers Revenue di XXI, atau kamu yang malam minggunya diisi dengan nongkrong di coffee shop.
Golongan menengah adalah mereka kaum bapak ibu yang mengendarai mulai Toyota Camry hingga Avanza, atau ber-city car ala Honda Jazz atau Suzuki Swift, dan bahkan yang kemana-mana bersepeda-motor Yamaha Mio atau Honda Beat-nya juga disebut middle class.
Siapa yang lebih sering berbelanja di Matahari Dept. Store, Giant, Carefour,Ranch Market, atau yang paling 'sederhana' Indomart dan Alfamart?
Apakah kamu dan orang-orang terdekatmu setiap bulan sempat membeli maalah dengan merk-merk ini: "Hai", "Kartini", "Kosmopolitan", "Nova", "Bola", dan sejenis "Intisari" atau "SWA"?
Siapa yang suka (sesekali hingga sering) makan dan minum sesuatu yang instant packaging? Mie instant, minuman botol, susu kotak, daging berbumbu dalam kemasan, nugget dan tempura tinggal goreng, sosis tinggal 'lep', dan biskuit serta keripik dengan rasa-rasa mewah?
Masih ada yang merasa belum disebut? Tell me, I'll check my middle class' dictionary :p
Apa yang terjadi?
Di dalam majalah SWA edisi April 2012, dituliskan bahwa, menurut Yuswohady (Direktur Center for Middle Class Consumer), telah terjadi fenomena besar di perekonomian Indonesia. Telah tumbuh kelas konsumen menengah baru yang besar dan semakin membesar (hingga sekarang). Hal ini disebut-sebut menyebabkan negara akan mencapai akselerasi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Kata data Bank Dunia tahun 2011, konsumen menengah dengan kriteria US$ 2-20 / hari telah mencapai 134 juta jiwa. What does it mean? There are more 50% from Indonesian people called middle class.
Masih dikutip (dengan beberapa editan) dari majalah SWA, kelas menengah punya perilaku khusus, ada dinamika karakter yang unik, umumnya mereka adalah orang yang mengalami revolusi dari pertumbuhan yang cepat. Sehingga pola pemikiran mereka terpengaruh dari konvensional menjadi modern.
SWA secara khusus mengadakan survei dan mencoba mengidentifikasi 8 karakter kelas menengah. What are they?
1. The Aspirator
Karakter menonjol: idealis, punya tujuan dan kepedulian hidup, memiliki keinginan beraspirasi, berupaya mengembangkan diri dan berprestasi, memperkaya ilmu melalui network, selalu update dengan kondisi kekinian, mereka adalah orang yang disebut kalangan profesional mapan.
2. The Performer
Disebut performer, karena mereka yang mencerminkan proffesional entrepreneur yang selalu mengejar karir. Pola pikirnya praktis, suka risiko dan tantangan, berkompetisi adalah hal positif baginya, optimis dan tidak mudah puas dengan pencapaian yang sudah dia raih. Pengusaha muda adalah sebagian besar dari mereka.
3. The Expert
Sesuai namanya pula, mereka adalah orang yang ahli (expert) di bidangnya, Mereka adalah tipe orang career oriented namun bukan risk taker, bekerja dengan passionnya dan di bidang keahliannya, menjunjung tinggi peraturan norma masyarakat, bersosialisasi dengan komunitas yang sesuai bidangnya. Mereka biasanya adalah dokter, pengacara, akuntan, konsultan, dll.
4. The Climber
Satu hal yang pasti mereka selalu menginginkan kehidupan ekonomi yang baik, tipikal ekonomic-oriented. Bekerja lebih keras untuk mencapai kemakmuran, meningkatkan keahlian untuk pencapaian yang lebih tinggi, bisa jadi calon-calon risk taker, semangat kekeluargaan tinggi, pahlawan dalam keluarga alias penopang kehidupan keluarganya. The climber dapat kita temui di karyawan level supervisor.
5. The Settler
Orang-orang yang sedikit bersosialisasi, jarang update informasi, namun punya cukup (banyak) pemasukan. Cenderung menjadi panutan keluarga. Aset melimpah namun dikelola dengan gaya tradisional (kaku), relatif puas dengan kehidupan yang dia miliki. Merekalah yang sering kita lihat sebagai pedagang sukses skala menengah/besar di bidang sandang, pangan, papan.
6. The Flower
Umumnya mereka tidak berpendidikan tinggi, tidak banyak terkoneksi apalagi secara cyber connected. Mereka biasanya tergolong dalam orang-orang yang menjadi pahlawan keluarga, dan teladan bagi sekitarnya, karena menjunjung sekali norma agama dan nilai-nilai spiritual. Menjalani hidup apa adanya, secara finansial cukup puas, namun terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Ibu-ibu rumah tangga, para pegawai negeri sipil adalah bagian dari kelompok ini.
7. The Trendsetter
Pencipta inovasi walaupun pendidikannya cenderung tidak tinggi sekali. Cukup mapan dan terkoneksi dengan sangat baik dengan banyak orang directly or undirectly. Berusaha update tren fashion, gadget, news, dan lain-lain. Punya kepercayaan diri yang tinggi sehingga bagi dirinya menjadi trend setter adalah hal penting. Kelompok ini didominasi first jobber, mahasiswa atau pelajar kelas menengah atas, fresh graduated.
8. The Follower
Cenderung digerakkan oleh lingkungan, mengekspresikan dirinya melalui lifestyle tertentu, update, pertemanan adalah hal utama baginya, terkoneksi secara baik namun belum cukup sadar untuk memperkaya wawasan. Merekalah para mahasiswa dan pelajar SMA (dan mulai bergeser lebih luas lagi hingga anak SMP).
Mendefinisikan kelas sosial memang ibarat mencari mozaik dan nampak seperti menebalkan garisnya di atas kehidupan masyarakat.
Apa pentingnya mengelompokan masyarakat dalam stratifikasi karakter?
Upaya pengelompokan setidaknya terkait dengan tiga kepentingan.
Pertama, bermanfaat sebagai agregat politik. Perbedaan dalam pandangan ataupun sikap politik seseorang dipengaruhi oleh posisinya dalam strata sosial. Oleh karena itu, mengetahui karakteristik kelas dengan jumlah anggota terbesar adalah penting untuk menentukan strategi politis paling cocok. Kelas terbesar juga menjadi perhatian utama ketika dikaitkan dengan perubahan sosial.
Kedua, berkaitan dengan segmentasi pasar. Sejak produksi barang-barang penunjang gaya hidup semakin banyak diciptakan, mengetahui karakteristik tiap kelas menjadi penting agar pasar lebih hidup. Dan pada akhirnya, masyarakat kembali diuntungkan dengan perputaran uang yang bergerak masiv dan cepat. Dalam dimensi pasar, kelas menengah ke atas menjadi perhatian serius karena menjadi potensi besar pasar komoditas gaya hidup.
Ketiga, berhubungan dengan persoalan kesejahteraan, yang urusannya dikaitkan dengan kinerja pemerintahan. Dalam dimensi ini, yang paling penting adalah memperoleh informasi tentang kelas miskin, yaitu mengetahui seberapa besar jumlah orang miskin dan rawan miskin yang layak mendapat bantuan. Sehingga tidak ada lagi kasus salah sasaran subsidi, salah sasaran BLT, salah fokus pengembangan kesejahteraan, dll.
Kelas menengah yang LEBAR dan BANYAK di Indonesia ini terkdang juga membawa masalah. Mereka yang berada di kelas menengah ke bawah merasa cukup pantas untuk lebih dikasihani dan diberi banyak bantuan, merasa tidak seharusnya disebut menengah karena selalu merasa miskin. Sementara itu, kebalikannya, mereka yang umumnya kelas menengah ke atas tidak mau menempatkan dirinya lebih tinggi daripada kelas menengah. Mereka bertahan dengan predikat menengah padahal pada dasarnya mereka pantas disebut kelompok atas.
Lalu muncullah pertanyaan jika pengelompokan dilakukan secara obyektif, apakah yang menjadi tolok ukurnya? Apakah parameter ditentukan oleh seorang peneliti ataukah lewat kerja suatu mesin atau program komputer? Jika ditentukan peneliti, seberapa jauhkah obyektivitas dapat dijaga? Jika dilakukan oleh sebuah alat pemrograman, mampukah menghasilkan pemilahan yang memuaskan?
Maka pada akhir tulisan tentang kelompok menengah ini, saya anjurkan kalian tak lagi berdebat tentang status sosial, namun diam-diam renungkanlah posisi kalian sebagai bagian dari masyarakat, bagian dari perekonomian negara. Sudah optimalkah hidup kita? Sudah bermanfaatkah bagi sekitar (apapun itu)? Sudah siapkah kita memikirkan masa depan yang lebih baik? Jika kamu tertarik untuk lebih siap secara finansial sebagi golongan menengah yang kuat, cobalah baca buku "Untuk Indonesia yang Kuat, 100 Langkah Untuk Tidak Miskin" :)) #promosi(tidak)berbayar.
nanaaaaaa, kalimat akhirnya LUAR BIASA!!!
ReplyDeletemungkin bisa diganti "cobalah PINJAM Buku Untuk Indonesia yang Kuat" :p
setidaknya pembaca dapat wawsan baru soal "middle clas" ketika membaca tulisanmu.
kalau aku mengidentifikasi diriku, mungkin aku masuk ke dalam kombinasi "the performer + the trendsetter"
boleh nanya, knp tiba2 nana tertarik nulis middle class? :D
@fuadhasan
ReplyDeleteTEPAT SEKALI ;)
@irwan
hehehhe,iya klo aku udah punya bukunya, kupinjemin ke kamu deh :))
kita-kita orang ini memang masih di kelompok the trendsetter, sebelum nanti akhirnya bergabung di kelompok yg lebih tinggi levelnya. aku milih masuk di the expert aja deh :D
apa ya motivasi menulis middle class? no special motivation sih, cuma sekarang lg sering baca ttg hal-hal yg lebih berat, pengen juga mulai nulis sesuatu yg knowledge basic atau fenomena terkini :D
Na, tulisan mu sangat keren.. itu yang pertama..
ReplyDeleteterus, hehe aku juga baca buku yg kamu sebut" itu.. *irwan boleh kok kamu pinjem buku ku :p
emn.. mau komen apa lagi ya? haha di next post aja deh :D