Pages

Tuesday, 3 December 2013

Are you Ready for Business Analytic?

Beban perasaan bersalah ketika hampir setahun berlalu tanpa menulis apapun.

Ini tulisan pertama di tahun 2013, bukan tidak punya waktu hanya tidak pandai mengatur waktu. Dan maka inilah saya kembali menulis. Tulisan ini sudah lama mulai ditulis, berencana akan diposting pada Hari Statistika Nasional namun karena belum benar-benar selesai dan koneksi internet yang susah dicari di site maka baru kali ini go publish.

Masih tidak jauh-jauh dari topik sebelum ini. Statistik. Data.
Selamat menikmati ‘kudapan’ dan semoga bermanfaat.

Saya baru saja menyelesaikan sebuah bacaan menarik tentang BIG DATA, sebuah realita yang dihadapi saat ini. Dan sebagai seorang lulusan jurusan statistika (saya belum cukup pede menyebut diri saya sebagai statistician) maka beban berat sekaligus peluang emas menggelayut dalam pundak saya.

Setelah benar-benar terjun di dunia nyata, saya dihadapkan dengan realita betapa begitu banyaknya data. Dan benar semakin hari, keragaman (variety) data yang terbentuk memang semakin banyak, dengan kecepatan (velocity) masuk yang semakin tinggi, dan tentu saja ini mengakibatkan jumlah data (volume) yang terkumpul semakin besar. Fenomena tersebut mengarahkan pada semakin banyaknya inisiatif dalam mengatasi BIG DATA, mulai dari solusi perangkat keras hingga perangkat lunak ditawarkan untuk mengantisipasi metode penyimpanan hingga pengolahan data secara efisien dan lebih cepat tentunya. Muncul pertanyaan besar bagi saya, apa dan bagaimana memanfaatkan BIG DATA???
Kristianus Yulianto dalam artikelnya yang berjudul Business Analytics vs Data Scientist pernah menulis tentang business analytic . Pernahkah mendengar istilah ini? Mungkin tak banyak yang mendengar atau paham, padahal sebagai (mantan) mahasiswa Statstika, istilah tersebut adalah pekerjaan sehari-hari kita. Business analytic adalah analisis yang dilakukan untuk mendapat insight untuk mendukung pengambilan keputusan. Nah betul kan? Kita seringkali mendapat tugas yang berhubungan dengan pengambilan keputusan atau kesimpulan, bukan? Bloomberg Businessweek Research Service pernah mengadakan survey pada tahun 2011 tentang implementasi business analytic di berbagai perusahaan/organisasi, dan terungkaplah fakta:
  1. 97% responden menyadari pentingnya business analytic tapi ketika ditanya sejauh apa analisis tersebut dilakukan, mayoritas dari mereka menjawab bahwa analisis yang dilakukan hanya sebatas deskriptif berbasis spreadsheet (61%) di peringkat selanjutnya analisis reporting sejenis Key Performance Indicator dan forecasting. Dan hanya sebagian kecil (business analytic hingga simulation, modelling, optimization dan media social analysis.

  2. Rata-rata ratio penggunaan intuisi dan analisis adalah 60:40. Artinya apa? Analisis saat ini cenderung belum digunakan sebagai pedoman utama pengambilan keputusan, namun pengalaman dan pengetahuan selama menjalankan bisnis adalah pengaruh utamanya.

Dalam hati saya mengiyakan kedua fakta di atas. Di sini (tempat saya bekerja sekarang), mungkin lebih baik. Business analytic yang dilakukan bisa jadi termasuk golongan yang mewakili 20% responden, yang sudah melakukan berbagai analisis mulai dari trend analysis, optimization dan simulation. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa intuisi seorang yang berpengalaman juga lebih didengarkan sebagai pengambil keputusan. Apalagi berada di departemen Mine Optimization, seringnya berada pada kondisi dilema, kami mengatur orang-orang di lapangan untuk mengerjakan aktivitas tambang berdasarkan sistem optimasi dispatch. “Gudangnya data”, begitu kata kebanyakan orang tentang Departemen kami. Tantangannya adalah bagaimana data tersebut mampu menjadi senjata untuk action di lapangan. Jika tidak tajam, apakah action di lapangan akan berhasil meningkatkan produksi? Kadang juga data yang kami miliki tak sesuai dengan kondisi di lapangan, tidak jarang pula keputusan yang kami rekomendasikan dianggap janggal karena berdasarkan pengalaman ‘orang lapangan’ itu tidak menguntungkan. So what should we believe then? Who is the wrong? Tidak ada. Perbedaan itu bukan salah siapa-siapa, justru dari perbedaan itu analisis dapat lebih dipertajam, validasi data lebih diperketat, proses di lapangan lebih diawasi, dan seterusnya.

Beberapa data yang sifatnya ingin diuji tingkat outliernya pun bisa dianalisis dengan Statistics Process Control, kalau di matakuliah Statistika ITS biasanya disebut Pengendalian Kualitas Statistik. Ada yang masih ingat bagaimana caranya memilih peta kendali? Hal ini saya sampaikan karena beberapa waktu yang lalu, saya menganalisis data Fuel Consumption dengan SPC, namun saya sempat kebingungan bagaimana saya memulai analisisnya? Proses yang ingin diikendalikan apakah seharusnya berdasarkan waktu? Atau berdasarkan jenis unit yang memakai fuel? Atau berdasarkan area kerja? Lalu peta kendali mana yang seharusnya saya pakai? Karakteristik distribusi datanya apa dulu ini? Segala pertanyaan itu tidak semua dapat saya jawab, karena saat itu saya harus menyelesaikan presentasi project akhirnya analisis SPC Fuel Consumption-nya pending dan (hanya) diselesaikan dengan peta kendali yang paling sederhana, semoga next time analisis ini segera dapat dilanjutkan dengan lebih baik :p

Oiya untuk business analytic yang lebih advance, biasanya beberapa orang di sini membuat simulasi prosesnya. Dulu ketika kuliah saya ingat sekali pernah mencoba membuat simulasi proses di PMI Cabang Surabaya menggunakan software Extend, di sini saya baru saja dikenalkan dengan software Pro Model, apakah ada yang tahu? Mungkin di Jurusan Statistika sekarang lebih update juga tentang software ini? Di sini proses produksi yang ditunjukkan lewat perputaran dumptruck dan aktivitas loading excavator disimulasikan, beberapa parameter dimasukkan dalam model untuk membuat simulasi yang semirip mungkin dengan kondisi aktualnya, tujuannya apa? Untuk menangkap kondisi-kondisi yang tidak ideal, misalkan antrian dumptruck yang terlalu lama (waiting), atau kondisi excavator yang menunggu terlalu lama kedatangan dumptruck (hanging). Selain itu menurut saya simulasi ini juga bisa dipakai untuk mencari titik optimal untuk beberapa parameter, misalkan waktu idle/delay unit.

Heeei, semakin lama tulisan saya semakin berat. Semakin tak terarah, kadang bicara tentang statistik, kadang bicara tentang proses tambang, jadi sepertinya tulisan ini memang harus segera diakhiri dulu. Bagi yang bingung silahkan bertanya, bagi yang ingin beropini dan menambah bahasan silahkan disampaikan, happily feel free to discuss. :)

Pada intinya, business analytic yang sekarang sedang ngetren di berbagai bidang, bisa disiapkan sedini mungkin dengan mempertajam ilmu statistik yang kita miliki. Business analytic bukan melulu tentang analisis bisnis perusahaan, namun analisis sebuah (makro) proses bisa saya simpulkan juga merupakan sebagai bentuk dari business analytic. Mulailah melatih ketajaman melihat kondisi real di lapangan dan kehidupan sehari-hari dan menuangkannya dalam sebuah analisis yang tidak hanya mendeskripsikan kondisi tersebut namun juga mampu merekomendasikan kesimpulan.

Jangan ragu dengan gelar scientist yang kata orang (dan memang kenyataanya) terlalu banyak belajar teori, rumus, dan sebagainya. Karena justru itu jadikan posisi scientist sebagai bagian dari business analytic dengan catatan tidak berhenti belajar ilmu praktisi di luar. Mari sama-sama belajar, perbanyak baca dan tulis, dan saling berbagi pengalaman.

People outside there may say about lie with statistics, but we prove them that we act right with statistics.

No comments:

Post a Comment