Pages

Thursday, 3 July 2014

“Sedekah itu 10-1 = 19 - Ippho Santosa (7 Keajaiban Rezeki)"

“When we help others we develop a deep sense of satisfaction. Helping others adds a sense of purpose and meaning to our lives, and it helps us recognize we aren’t alone in this world. When you are helping other people you take your focus off of yourself and have a bigger perspective. Sometimes it is refreshing to stop worrying about your own problems and help someone else tackle theirs. And when you return to your own problems later, they often don’t seem nearly as daunting!” 

Selasa 1 Juli 2014, saya berkesempatan ikut bersama teman dan manajemen kantor dalam acara Safari Ramadhan.
Kami rombongan berangkat pk16.00 WITA dari office PAMA KIDE. Perjalanan 2 jam menuju lokasi, yaitu Ds. Rantau Buta. Salah satu kelurahan di kecamatan Batu Sopang, Kalimantan Timur.

Perjalanan menuju kesana sungguh sebuah tantangan sekaligus sebuah keseruan tersendiri. Jalan sudah pasti tak beraspal, berpasir tapi cenderung berbatu. Desa ini ada di kaki gunung, jadi bayangkan saja seperti naik roller coaster naik turun. Sepanjang perjalanan, seperti lagu Naik-Naik Ke Puncak Gunung, kanan kiri dipenuhi pohon besar dan kecil, rumput liar, sesekali terlihat nun jauh pemandangan gunung. Sempat juga kita lewati satu jalan yang sempit, hanya selebar 1 mobil, dengan kanan jalan terdapat rawa yang setidaknya sedalam 5 meter, kiri jalan tak lain tak bukan jurang. Untung saja hari ini cerah sekali, tak ada hujan, jalan tak licin. Tak terbayangkan jika sedikit selip saja salah satu ban mobil kami, entah bagaimana nasib mobil dan seisinya ini.



Tiba di lokasi menjelang buka puasa. Langsung dimulai dengan sambutan, khas acara resmi kebanyakan, dilanjutkan tausiah dari ustad setempat, dan ketika jam buka puasa tiba, jajanan tradisional khas paser disajikan bersama segelas teh hangat. Menyenangkan makan jajanan yang tak pernah dicoba. Satu yang saya sesalkan, saya lupa mencatat nama makanan itu, lupa sebelum terdokumentasi lewat tulisan. Pokoknya enak, manis. Salahkan memori otak saya yang terbatas ini, mengingat rasa makanannya tapi cepat melupakan namanya. Selesai ibadah, baru acara inti dilanjutkan. Perwakilan manajemen kantor kami menyerahkan sembako secara simbolis pada Kepala Desa Rantau Buta, yang sekali lagi saya lupa nama Beliau. Nantinya sembako akan dibagikan ke setiap kepala keluarga yang bahkan jumlahnya tak lebih dari 30 KK. Di sana jumlah penduduknya tak banyak, satu rumah dengan rumah lain jaraknya pun jauh.

Sebelum buka bersama part kedua (makanan berat, asik!), kesempatan saya "menyusup" acara Safari Ramadhan yang diadakan PAMA KIDE ini. Saya dibantu beberapa teman (yang baik, ganteng, dan cantik) Chika, Ikhsan, Mas Bowo, dan Pak Guntoro berhasil mengumpulkan anak-anak desa setempat. Dana bantuan dari Sigma Care and Share Alumni Statistika ITS 2008, saya salurkan melalui mereka, tiap anak mendapatkan bagiannya masing-masing. Tak banyak, tapi semoga bermanfaat untuk membeli keperluan mereka terutama yang berhubungan dengan pendidikannya. Sebagian dana lagi saya kumpulkan untuk diserahkan ke kepala desa Rantau Buta, dengan pesan yang kurang lebih sama, jangan lihat nominalnya tapi semoga bermanfaat untuk menambah fasilitas pendidikan di desa setempat lebih baik. Amin.

Lanjut yang ditunggu-tunggu juga, makan nasi. Karena kami semua berperut Indonesia yang tak merasa kenyang sebelum makan nasi, maka kami buka bersama lagi dengan menu masakan khas daerah Rantau Buta. Semua sudah disiapkan secara prasmanan, bebas mengambil lauk dan sayur. Menu andalan orang Kalimantan apalagi kalau bukan ikan, ikan di sana juara! Selain ikan asin, ada ikan air tawar yang mantab, ikan siluwang, ditambah kuah yang rasanya mirip opor tapi merah warna yang mendominasi kuahnya. Sadap.

Setelah semua momen kebersamaan itu dilewati, selalu harus diakhiri perpisahan dan foto-foto sebagai bukti cetak ketika memori otak kita melupakan momen ini.

Jam 19.30 WITA, kurang lebih di waktu itu pasukan kami pulang menuju mess. Rombongan mobil kembali memenuhi jalan setapak Ds. Rantau Buta. Tak ada penerangan apapun di sepanjang jalan, mobil kompak menyalakan lampu jauhnya, saling berkomunikasi lewat radio HT dengan "mencuri" channel Hauling. Kami, anak muda yang sedang bahagia dan kekenyangan, menghabiskan waktu di dalam mobil dengan menertawakan banyak hal. Jalan yang menantang menjadi lebih seru seolah kami benar-benar sedang di wahana Ancol. Cerita seram dimunculkan menambah keakraban. Ada satu momen, ketika di jalanan yang cukup tinggi, kami bisa melihat kumpulan lampu-lampu yang terlihat indah seperti bintang di depan jauh sana, yang sudah bisa ditebak itu (seolah kota) Batu Kajang, wilayah mess dan peradaban kami. Tiba-tiba kami merasa seperti di Puncak, Rembang, atau Bukit Bintang. Udaranya sama sejuknya, gelap dan binar lampu-lampunya pun sejenis.

Kami yakin hanya kekuatan mental yang membuat kami tak memuntahkan isi perut kami dengan medan jalan yang seperti itu. Beruntung pula kami punya driver yang jago menyetir bak pembalap yang bijak mengendarai kendaraan kesayangannya. Cepat tapi selamat.

Sesampai di mess, saya banyak senyum. Bersyukur. Menyenangkan sekali hari itu pikir saya.
Iya hari itu memang luar biasa.
Bahagia, berbagi itu memang indah.
Kebahagiaan yang mereka rasakan ketika menerima bantuan ternyata efeknya memberi kebahagian yang berlipat kali ganda pada kami yang memberi. 

Mereka, warga Ds. Rantau Buta, tak pernah membayangkan suatu hari akan menerima bantuan dari sekelompok orang yang jauh di seberang pulau yang bahkan tak mengenal mereka...

Terimakasih, rongewuwolu!

No comments:

Post a Comment