Pages

Sunday, 15 February 2015

Berkah Makan Siang

Sudah makan siang apa kamu hari ini?
===
Seorang kawan bercerita pada saya hari ini, menceritakan pengalaman magangnya selama 1 tahun dulu di salah satu perusahaan industri otomotif yang berlokasi di Cibinong. Dia ditempatkan di Winteq Division, dengan total karyawan dari office boy hingga jejeran direksinya sekitar 110 orang. Selama magang itu, dia menemukan sesuatu yang istimewa. Hingga sekarang dia sudah bekerja di suatu perusahaan lain yang yaaa mungkin industrinya lebih besar, tapi ada hal-hal kecil yang selalu diingatnya dan memberinya pelajaran dari perusahaan magangnya itu.
 
Ceritanya dia tinggal di kos, butuh sekian ratus meter untuk menuju lokasi kantor. Setiap hari dia berjalan kaki tapi tak benar-benar berjalan kaki pada akhirnya, selalu ada orang yang menawarinya tumpangan, siapa saja bahkan bos sekalipun. Di sana semua orang bekerja dengan loyal. Dari jam 8 pagi start bekerja, dan finish di jam 5 sore tapi hampir semua karyawan pulang di atas jam 7 malam. Mereka lembur? Iya. Mereka dituntut atasan? Tidak. Mereka mengajukan form upah lembur? Tidak. Ini yang mengejutkannya. Karyawan-karyawan itu bekerja lembur dengan kemauan sadarnya sendiri, ikhlas.
 
Semua orang begitu hangat dan saling menghargai keberadaan masing-masing. Entah apapun itu jabatannya. Katanya tak ada sekat antara karyawan. Selama 7 tahun berdiri (di tahun dia memulai magangnya), tidak ada catatan pengunduran diri satupun dari karyawan di sana (entah dia tahu dari mana datanya). Istilahnya mereka semua 'betah' bekerja sama dengan perusahaan ini, walaupun gaji tak bombastis nominal angkanya.
 
Lalu kembali ke topik makan siang, saat itu kawan saya begitu ingat bahwa standar makanan yang disediakan di sana sesungguhnya tidak jauh lebih baik dari standar catering perusahaan tempat dia bekerja saat ini. Tapi toh semua karyawan tetap memakannya, menghabiskannya, bahkan dengan makanan yang terbatas itu produktivitas kerjanya jauh lebih tinggi.
 
Lalu dia coba melihat kondisi nyata di perusahaan tempatnya bekerja. Orang sibuk mengeluhkan menu catering, trash bag office penuh sampah kotak nasi yang masih lengkap isi makanannya. Rasa-rasanya tak ada kata syukur atas isi kotak itu. Apa yang salah? Perusahaannya sekarang memberi gaji yang lebih besar, fasilitas melimpah bahkan makanan yang baik. Dia mencontohkan menu catering hari selasa di tempatnya magang saat itu hanya nasi sayur dan kerupuk. Sedangkan di sini dia mendapatkan menu nasi yang komplit sayur dan lauk pauk entah ayam, ikan, atau daging. Tapi bedanya, dulu karyawan perusahaan magangnya tetap menghabiskan makanan apapun itu bentuk dan rasanya, sedangkan sekarang teman-teman kantornya justru sibuk mengeluh dan menyia-nyiakan makanannya.
===
Saya kemudian berpikir, mungkin sepele, tapi bisa jadi dari makan siang yang sering kita buang itu justru membuang keberkahan pekerjaan kita. Kalau kata rekan kerja saya, Pak Guntoro, rezeki itu ada di sebutir nasi, kita tak tahu di butir mana rezeki itu disimpan, satu butir saja tersisa, maka kita melewatkan kemungkinan rezeki itu kita makan.
 
Semacam pengingat di siang hari offday, besok-besok kalau tidak lapar atau tidak ingin makan, lebih baik mengambil makanan secukupnya atau tak perlu pesan sekalian.
Belajar bersyukur dimulai dari makan, selebihnya akan mengikuti.

2 comments:

  1. Belajar bersyukur memang sulit ya. Memulainya dari hal kecil pastinya.. :D

    ReplyDelete
  2. Nanaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,.........
    akhirnya bisa juga nulis di ini tempat,
    Haha.

    ReplyDelete