Pages

Tuesday, 10 March 2015

Berakit Ke Hulu Berenang Ke Tepian

Sisa obrolan semalam.
Kata ayah 'kawan aneh' saya, menikah itu jangan menunggu mapan. Menikahlah dan bangunlah kemapanan dari bawah sejak awal. Anak-anak kalian harus (sempat) merasakan hidup di masa perjuangan orang tuanya, sehingga kelak dia tumbuh menjad anak yang 'bulat'. Istilah 'bulat' kalau saya simpulkan sih adalah kesatuan karakter yang menjadikan seseorang lebih dewasa.
Saya sepakat poin ini.
 
Anak yang lahir di saat orangtuanya memiliki segala hal, menyediakan apapun yang diminta si anak dengan mudah, dan hidup berkelimpahan akhirnya tidak lebih banyak memberikan pelajaran hidup. Tidak selalu memang, tapi kecenderungannya begitu.
 
Saya mengalaminya sendiri dari jaman orangtua hidup susah sampai sekarang masih susah hehehe (hidup cukup sajalah daripada susah). Saya ingat, saat masih kecil, saya tidak cukup berani minta dibelikan tamagochi dan sepatu roda saat banyak anak memainkannya. Saya harus mengubur keinginan untuk belajar musik karena biaya les tidak murah saat itu. Makan pilih-pilih tidak ada dalam kamus hidup saya sejak kecil, itu sebabnya saya doyan makan (oke yang ini ngga nyambung, such an excuse hahaha). Saya tidak pernah pusing ketika saya tak bisa mengikuti tren mode terkini. Sampai sekarang pun saya bukan branded oriented, pakaian layak nyaman dan enak dilihat cukuplah buat saya.
 
See?

Saya tumbuh belajar menghargai uang, membedakan mana kebutuhan yang sekedar 'ingin' atau memang mendesak. Dan saya tetap hidup bahagia, sehat bugar, dan berteman dengan banyak orang meski tidak selalu mengikuti perkembangan zaman dari gadget sampai outfit. Cupu? Mungkin pernah, tapi apalah arti status cupu, hidup di dunia apalagi di akhirat parameter cupu tidak berpengaruh apapun.
 
Jujur, ketika mengalami masa susah itu tak jarang keluhan, kemarahan, dan penyesalan datang. Kekecewaan yang terlintas dalam pikiran seperti "coba aku lahir di keluarga mapan" atau "ah mengapa tuhan mengirimku pada keluarga ini" atau "andai aku seperti si A si B si C yang bisa jalan-jalan keluar negeri bersama orangtuanya" dan pikiran-pikiran tidak dewasa lain itu pernah ada. Tapi seiring waktu berjalan, saya mensyukurinya. Untung saya dididik dengan hidup seperti ini oleh orangtua. Ah saya kangen mama papa di rumah... :")
 
Selalu harus ada kesimpulan kata 'kawan aneh' saya, jadi untuk tulisan ini saya menyimpulkan, menikah muda ketika sudah siap segalanya mengapa tidak :) Menunggu materi mah tidak akan ada habisnya. Ibaratnya bersakit-sakit dulu ketika muda, bersenang-senang kemudian juga masih muda. Bhahahahahahaha ^^
 
Sekian tulisan random pagi ini. Waktu luang ini dipersembahkan oleh karena kesiangannya saya bangun hari ini, saya ketinggalan bis dan harus menunggu (lama) sarana lewat untuk menumpang naik ke office.

4 comments:

  1. selalu suka ama tulisan2 mba nana :)
    setuju ama isi tulisan mba nana, ketika seorang anak tumbuh dalam keluarga yang tidak bisa serta merta memenuhi keinginannya,kebanyakan mereka tumbuh jadi seorang anak yang punya daya juang yang tinggi buat meraih apa yang dinginkan, dan lebih menghargai apa yang dia punya.
    mari menikah muda #lhooooooo (hahhaa abaikan)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa sana cpt nikah, imam sdh menunggu #lhoh :D

      Delete
  2. Mbak nana mah bukan nikah muda kayaknya,
    bahahahahahahahahahaha,

    #run

    ReplyDelete